STRATEGI PEMBELAJARAN
Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Maksudnya, pada dasarnya strategi masih bersifat konseptual mengenai keputusan yang akan diambil dalam pelaksanaan pembelajaran. Secara umum, strategi dapat diartikan sebagai suatu garis-garis besar untuk bertidak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dalam dunia pendidikan, strategi dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi mengenai rangkain kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dari pengertian diatas, bisa disimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu rencana atau tindakan (rangkaian kegiatan) yang di dalamnya termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan sehingga penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Akan tetapi sebelumnya, perlu dirumuskan suatu tujuan yang jelas yang bisa diukur keberhasilannya.
Strategi pembelajaran dibedakan atas 7 jenis yaitu :
1. Strategi Pembelajaran Ekspositori (SPE),
2. Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI).
3. Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM).
4. Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB),
5. Strategi Pembelajaran Kooperatif (SPK).
6. Strategi Pembelajaran Kontekstual (CTL) dan
7. Strategi Pembelajaran Afektif (SPA)
I . Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI).
adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa . Strategi pembelajaran ini juga sering dinamakan strategi heuristic, yang berasal dari bahasa yunani, yaitu heurisken yang berarti saya menemukan.(wina sandjaya;196)
Strategi pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari pendekatan yang berorientasi pada siswa.
strategi pembelajaran yang banyak dianjurkan oleh karena strategi ini memiliki banyak keunggulan, diantaranya yaitu :
(1) SPI merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.
(2) SPI dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.
(3) SPI merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
(4) Keuntungan lainnya adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajat bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inkuiri.
Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya strategi inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar.
Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri.
Strategi pembelajaran inkuiri akan efektif manakala :
• Guru mengharapkan siswa agar apat menemukan sendiri dari suatu permasalahan yang ingin dipecahkan.
• Jika bahan pelajaran tidak berbentuk fakta atau konsep yang sudah jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan yang perlu pembuktian.
• Jika proses belajar berangkat dari rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu.
• Jika guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata- rata memiliki kemauan dan kemampuan berpikir.
• Jika jumlah siswa yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa dikendalikan oleh guru.
• Jika guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa.
Prinsip – Prinsip Penggunaan SPI
SPI merupakan pendekatan yang menekankan kepada pengembangan intelektual anak. Perkembangan itu menurut piaget dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu:
1. Maturation / kematangan adalah proses perubahan fisiologis dan anatomis, yaitu proses pertumbuhan fisik yang meliputi pertumbuhan tubuh, pertumbuhan otak, dan pertumbuhan system saraf. Pertumbuhan otak merupakan salah satu aspek yang sangat mempengaruhi kemampuan berpikir ( intelektual ) anak.
2. Physical experience : Yaitu tindakan – tindakan fisik yang dilakukan individu terhadap benda – benda yang ada di lingkungan sekitarnya. Aksi atau tindakan fisik yang dilakukan individu memungkinkan dapat mengembangkan aktifitas / daya pikir.
Contoh pengimplementasi dalam matematika yaitu ketika serorang guru mengajak muridnya untuk melakukan praktek menemukan rumus luas permukaan bola.
3. Social experience : Yaitu aktivitas dalam berhubungan dengan orang lain. Melalui pengalaman sosial anak bukan hanya dituntut untuk mempertimbangkan atau mendengarkan pandangan orang lain, tetapi juga akan menumbuhkan kesadaran bahwa ada aturan lain disamping aturannya sendiri .
Ada dua aspek pengalaman sosial yang dapat membantu perkembangan intelektual anak yaitu : Pengalaman sosial akan dapat mengembangkan kemampuan berbahasa yang diperoleh melalui percakapan, diskusi dan argumentasi dengan orang lain.
Melalui pengalaman sosial anak akan menggurangi egosentricnya. Sedikit – demi sedikit akan timbul kesadaran bahwa orang lain berbeda dengan dirinya dan dapat mengembangkan konsep mental misalnya seperti kerendahan hati, toleransi, kejujuran etika, moral dan lain – lain.
4. Equilibiration : Yaitu proses penyesuian pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan baru yang ditemukannya. Contoh: mencari rumus luas permukaan bola dengan menggunakan rumus luas lingkaran.
Dalam penggunaan SPI terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap guru :
1. Berorientasi pada pengembangan intelektual
Tujuan utama dari strategi inkuiri adalah kemampuan berpikir. Selain berorientasi pada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. Karena itu keberhasilan proses pembelajaran dengan menggunakan strategi inkuiri bukan ditentukan oleh sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran tetapi sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan sesuatu.
2. Prinsip interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antar siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.
3. Prinsip bertanya
Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan SPI adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab semua pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. Berbagai jenis dan teknik bertanya perlu dikuasai oleh setiap guru, apakah bertanya dengan tujuan untuk meminta perhatian siswa, bertanya untuk melacak, bertanya untuk mengembangkan kemampuan atau bertanya untuk menguji.
Contoh:1. pertanyaan yang meminta perhatian sebagai contoh pada saat belajar peluang guru bertanya pernahkah kalian bermain dadu?
2. Pertanyaan untuk melacak pada saat pembelajaran sebagai contoh guru bertanya siapa yang mengetahui bentuk umum persamaan kuadrat.
3. pertanyaan yang menguji, sebagai contoh guru bertanya berapa akar-akar persamaan kuadrat dari x2 + 4x + 4 = 0
4. Prinsip belajar untuk berpikir
Belajar bukan hanya untuk mengingat fakta akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think ), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan. Belajar yang hanya cenderung memanfaatkan otak kiri, misalnya memaksa anak untuk berpikir logis dan rasional, akan membuat anak berada dalam posisi kering dan hampa.
5. Prinsip keterbukaan
Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh sebab itu anak perlu diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya.
Langkah Pelaksanaan SPI
Secara umum proses pembelajaran dengan menggunakan SPI dapat mengikuti langkah –langkah sebagai berikut :
1. Orientasi : Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasanaatau iklim pembelajaran yang responsive. Contoh: guru bertanya pada muridnya tentang hal yang mereka ketahui mengenai permasalahan yang akan dibahas.
2. Merumuskan masalah : Merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Contoh: menemukan rumus jumlah akar-akar persamaan kuadrat!
3. Mengajukan hipotesis : Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Kemampuan atau potensi individu unuk berpikir pada dasarnya sudah dimiliki sejak individu itu lahir. Contoh: menggunakan rumus jumlah :
4. Mengumpulkan data : adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Contoh: akar-akar persamaan kuadrat adalah . . .
5. Menguji hipotesis : adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Contoh: menguji hipotesis dengan memasukkan nilainya.
6. Merumuskan kesimpulan : adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Contoh: setelah di uji pada pengujian hipotesis maka terbukti bahwa : . . . .
Keunggulan dan Kelemahan SPI
1. Keunggulan : SPI merupakan strategi pembelajaran yang banyak dianjurkan oleh karena strategi ini memiliki beberapa keunggulan, diantaranya :
a. SPI merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.
b. SPI dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.
c. SPI merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
d. SPI dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata – rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
2. Kelemahan
Disamping memiliki keunggulan, SPI juga mempunyai kelemahan diantaranya :
a. Jika SPI digunakan sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
b. Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
c. Kadang – kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga guru mengalami kesulitan untuk menyesuaikan waktu .
d. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka SPI akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.
Diambil dari : http://lestarililywhite.blogspot.com/2012/12/strategi-pembelajaran-inkuiri.html
Pengalaman saya menggunakan SPI adalah :
Dengan terbiasa memberikan apersepsi diawal dengan tehnik SPI , saya melihat siswa terbuka wawasannya , dan tumbuh rasa keinginan untuk mendalami matematika dengan rasa senang dan ingi tahu lebih banyak lagi . Namun SPI ini hanya saya gunakan pada awal kegiatan apersepsi saja , selanjutnya adalah penggabungan dari ceramah dan tanya jawab yang dilanjutkan dengan praktek ketrampilan dari apa yang mereka pahami . Karena pada kenyataannya , anak indonesia belum memiliki kemampuan dan keinginan untuk menemukan ilmu ( Inkuiri ) secara maksimal . Masih harus dilatih melalui pembiasaan secara terus menerus dan seharusnya berkesinambungan di grade grade berikutnya . Tapi pada kenyataannya tidak semua guru matematika berfikiran sama dengan saya . Akhirnya saya selalu memotivasi mereka dengan dorongan untuk mau belajar dengan atau tanpa guru , orang tua atau siapapun . Dengan fasilitas internet yang semakin berkembang mendukung sekali untuk siswa mau menemukan ilmu sebagai bekal pengetahuannya sehingga ketika itu di berikan dikelas , siswa sudah lebih siap dan mempercepat proses pembelajarannya sendiri .
II . Strategi Pembelajaran Afektif (SPA )
1. merupakan suatu metode dalam proses pembelajaran yang menekankan pada nilai dan sikap yang diukur, oleh karena itu menyangkut kesadaran seorang yang tumbuh dari dalam .
2. Strategi pembelajaran afektif adalah strategi yang bukan hanya bertujuan untuk mencapai pendidikan kognitif saja, akan tetapi juga bertujuan untuk mencapai dimensi yang lainnya. Afeksi juga dapat muncul dalam kejadian behavioral yang di akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
Nilai adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifatnya tersembunyi, tidak berada didalam dunia yang empiris, nilai tersebut berhubungan langsung dengan pandangan seseorang yang tidak bisa dilihat, diraba tapi bisa dirasakan langsung oleh orang yang bersangkutan.
Oleh karena itu pada hakekatnya strategi pembelajaran afektif proses penamaan nilai-nilai yang positif pada peserta didik, yang diharapkan pada peserta didik tersebut mampu berbuat dan mempunyai pandangan yang dianggap tidak baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku artinya disini bahwa dalam strategi ini dituntut kesadaran dan kemauan bagi peserta didik untuk bisa mempunyai kepribadian baik, berprilaku yang sopan dan bretindak sesuai dengan norma yang telah ditetapkan.
Aspek afektif yang berhubungan dengan penilaian terhadap sikap dan minat siswa terhadap materi pembelajaran dalam proses pembelajaran sebab sikap dan minat siswa terhadap materi pembelajaran sangat berpengaruh dan saling berkaitan dalam hasil belajar siswa tersebut, betapa pintar guru dalam menguasai materi pelajaran, tetapi seleranya siswa kurang berminat, dan perhatian serta sikapnya terhadap materi pelajaran, maka pelajaran yang akan disampaikan tidak mencapai tujuan pembelajaran.
Hal ini bisa dilakukan oleh seorang guru dalam strategi ini yaitu menggunakan berbagai macam strategi pembelajaran efektif yang bervariasi, yang bisa memancing minat perhatian serta kemauan peserta didik atas siswa. Misalnya menciptakan suasana dalam proses pembelajaran berlandaskan kekeluargaan dan menciptakan suasana girang dalam proses pembelajaran.
Oleh karena itu nilai pada dasarnya standar prilaku, ukuran yang menentukan atau kriteria seorang tentang baik atau tidak baik, indah atau tidak indah , layak atau tidak layak dan lain sebagainya. Sehingga standar itu yang akan mewarnai prilaku seseorang.
Dalam masyarakat yang cepat berubah seperti saat sekarang ini, pendidikan nilai bagi anak-anak merupakan hal yang sangat penting, ini disebabkan pada era globalisasi dewasa ini, anak akan dihadapkan pada banyak pemilihan tentang nilai yang mungkin dianggapnya lebih baik sesuai dengan pandangannya pada saat itu.
Komitmen seseorang terhadap suatu nilai tertentu terjadi melalui pembentukan sikap yakni kecendrungan seseorang terhadap suatu objek misalnya: jika seseorang berhadapan dengan suatu objek, ia akan menunjukkan gejala senang atau tidak senang, suka atau tidak suka terhadap objek tersebut. Gulo (2005) menyimpulkan, tentang nilai sebagai berikut:
a. Nilai tidak bisa diajarkan tapi diketahui dari penampilannya
b. Pengembangan dominan afektif pada nilai tidak bisa dipisahkan dari aspek kognitif
c. Masalah nilai adalah masalah emosional dan karena itu dapat berkembang sehingga bisa dibina
d. Perkembangan nilai atau moral
Pernyataan senang atau tidak senang seseorang terhadap objek yang dihadapinya, akan sangat dipengaruhi oleh tingkat pemahamannya (aspek mognitif) terhadap objek tersebut oleh karena itu tingkat penataan (kognitif) terhadap sesuatu objek dan kemampuan untuk bertindak terhadapnya (psikomotorik) turut menentukan sikap seseorang terhadap objek yang bersangkutan.
Sekurang-kurangnya ada dua macam kecakapan kognitif siswa sangat perlu dikembangkan secara khususnya yakni:
Ø Strategi belajar memahami isi materi pelajaran bagi peserta didik
Strategi menjalani arti penting isi materi pelajaran dan pengaplikasiannya, serta menyerap pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaran tersebut. Keberhasilan pengembangan ranah kognitif tidak hanya akan membuahkan kecakapan kognitif tetapi juga menghasilkan ranah afektif. Sebab kalau seorang siswa mempunyai kemampuan dalam pemahaman materi agama (kognitif) maka hal tersebut akan menimbulkan atau kesadaran, penilaian yang positif pada dirinya serta mampu menolak terhadap segala sesuatu yang akan membawa pengaruh buruk.
Misalnya: seorang siswa mempunyai pengetahuan dan dapat memberikan penjelasan dari berbagai sudut bahwa mencuri tersebut tidak baik dan dilarang oleh norma apapun termasuk norma agama (aspek kognitif) berdasarkan pengetahuan itulah tidak suka melakukannya (aspek afektif) akan tetapi sikap negatif terhadap perbuatan mencuri baru bisa kita lihat dari tindakan nyata bahwa walaupun ada kesempatan untuk mencuri ia tidak akan pernah melakukannya.
Ø Hakekat Pendidikan Nilai Dan Sikap
Sikap afektif erat kaitannya dengan nilai yang dimiliki seseorang, sikap merupakan refleksi dari nilai yang dimiliki seseorang. Oleh karenanya pendidikan sikap pada dasarnya adalah pendidikan nilai. Nilai adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran yang sifatnya tersembunyi, tidak berada dalam dunia empiris. Nilai berhubungan dengan pandangan
seseorang tentang baik dan buruk, indah dan tidak indah, dan lain sebagainya. Pandangan seseorang tentang semua itu tidak bisa diraba, kita mungkin dapat mrngetahui dari prilaku yang bersangkutan, oleh karena itulah nilai pada dasarnya standar prilaku, ukuran yang menentukan atau kriteria seseorang tentang baik dan tidak baik, sehingga standar itu akan mewarnai prilaku seseorang.
Dengan demikian, pendidikan nilai pada dasarnya proses penanaman nilai kepada peserta didik yang diharapkan oleh karenanya siswa dapat berprilaku sesuai dengan pandangan yang dianggapnya baik atau tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
Douglas graham (gulo, 2003) melihat empat faktor yang merupakan dasar kepatuhan seseorang terhadap nilai tertentu, yaitu:
a. Normatifizh adalah kepatuhan kepada norma-norma hokum
b. Integralist adalah kepatuhan yang didasarkan kepada kesadaran dengan pertimbangan-pertimbangan yang rasional
c. Fenomenalist adalah kepatuhan berdasarkan suara hati atau sekedar basa-basi
d. Hedonist adalah kepatuhan berdasarkan kepentingan diri sendiri
Dari keempat faktor yang menjadi dasar kepatuhan setiap individu tentu saja yang kita harapkan adalah kepatuhan yang bersifat normatifist sebab kepatuhan semacam itu adalah kepatuhan yang didasari kesadaran yang akan dinilai, tanpa mempedulikan apakah prilaku itu menguntungkan untuk dirinya atau tidak.
Thurstone & Chave (dalam Mitchell, 1990) mengemukakan definisi sikap yaitu, Sikap adalah keseluruhan dari kecenderungan dan perasaan, curiga atau bias, asumsi-asumsi, ide-ide, ketakutan-ketakutan, tantangan-tantangan, dan keyakinan manusia mengenai topik tertentu.
Pendapat Allport (1921) mengenai sikap lebih memperkaya pandangan yang dikemukakan sebelumnya. Menurut Allport sikap adalah kondisi mental dan neural yang diperoleh dari pengalaman, yang mengarahkan dan secara dinamis mempengaruhi respon-respon individu terhadap semua objek dan situasi yang terkait.
Menurut Krech & Crutchfield sikap adalah pengorganisasian yang relatif berlangsung lama dari proses motivasi, persepsi dan kognitif yang relatif menetap pada diri individu dalam berhubungan dengan aspek kehidupannya.
Dari berbagai defensi diatas maka dapat disimpulkan bahwa, Sikap adalah kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan nilai yang dianggapnya baik atau tidak baik. Dengan demikian, belajar sikap berarti memperoleh kecenderungan untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan penilaian terhadap objek itu sebagai hal yang berguna atau berharga (sikap positif) dan tidak berharga atau tidak berguna (sikap negatif).
Sikap merupakan suatu kemampuan internal yang berperanan sekali dalam mengambil tindakan (action), lebih-lebih apabila terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak atau tersedia beberapa alternatif (winkel 2004).
Pernyataan senang atau tidak senangnya seseorang terhadap objek yang dihadapinya, akan sangat dipengaruhi oleh tingkat pemahamannya (aspek kognitif) terhadap objek tersebut. Oleh karena itu tingkat penalaran (kognitif) terhadap suatu objek dan kemampuan untuk bertindak terhadapnya (psikomotorik) turut menentukan sikap seseorang terhadap objek yang bersangkutan.
Misalnya seseorang dapat memberikan penjelasan dari berbagai sudut bahwa mencuri itu tidak baik dan dilarang oleh norma apapun (aspek kognitif), berdasarkan pengalaman itu ia tidak suka melakukannya (aspek afektif), akan tetapi sifat negative dan sifat mencuri baru bisa kita lihat dari tindakan nyata walaupun ada kesempatan untuk mencuri ia tidak melakukannya, dan penilaian terhadap sikap negative terhadap mencuri itu lebih meyakinkan bahwa perbuatan mencuri itu memang tidak pernah ia lakukan, walaupun banyak kesempatan untuk itu.
Model Strategi Pembelajaran Sikap
Setiap startegi pembelajaran sikap pada umumnya menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung konflik atau situasi yang problematic. Melalui situasi ini diharapkan siswa dapat mengambil keputusan berdasarkan nilai yang dianggapnya baik, dibawah ini disajikan beberapa model strategi pembelajaran pembentukan sikap:
v Model konsiderasi
Model konsiderasi (the condiration model) dikembangkan oleh Mc.Paul, seorang humanis, paul menganggap bahwa pembentukan moral tidak sama dengan pengembangan kognitif yang rasional. Pembelajaran moral siswa menurutnya adalah pembentukan kepribadian bukan pengembangan intelektual. Oleh sebab itu, model ini menekankan kepada strategi pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian.
Tujuannya adalah agar siswa menjadi manusia yang memiliki kepedulian terhadap orang lain. Kebutuhan yang fundamental pada manusia adalah bergaul secara harmonis dengan orang lain, saling memberi dan menerima dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang. Dengan demikian pembelajaran sikap pada dasarnya adalah membantu anak agar dapat mengembangkan kemampuan agar bisa hidup bersama secara harmonis, peduli dan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain (tepo salero).
Atas dasar asumsi diatas guru harus menjadi model didalam kelas dalam memperlakukan setiap siswa dengan rasa hormat, menjauhi sikap otoriter. Guru perlu menciptakan kebersamaan, saling membantu, saling menghargai dan lain sebagainya.
Implementasi model konsideransi guru dapat mengikuti tahapan pelajaran seperti dibawah ini:
a. Menghadapkan siswa pada suatu masalah yang mengandung konflik, yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Ciptakan situasi “seandainya siswa mengalami masalah tersebut”.
b. Menyuruh siswa untuk menganalisis situasi masalah melihat bukan hanya yang tampak, tapi juga yang tersirat dalam permasalahan tersebut, misalnya perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain.
c. Menyuruh siswa untuk menuliskan tanggapannya terhadap permasalahan yang dihadapi
d. Mengajak siswa untuk menganalisis respon orang lain serta membuat kategori dari setiap respon yang diberikan siswa
e. Mendorong siswa merumuskan akibat atau konsekuensi dari setiap tindakan yang diusulkan siswa.
f. Mengajak siswa untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut pandang (interdisipliner) untuk menambah wawasan agar mereka dapat mengimbang sikap tertentu sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
g. Mendorong siswa agar merumuskan sendiri tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan pilihannya berdasarkan pertimbangannya sendiri.
v Model pengembangan kognitif
Model pengembangan kognitif (the cognitive development model) dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg. Model ini banyak diilhami oleh pemikiran jhon dewey dan jean piaget yang berpendapat bahwa perkembangan manusia terjadi sebagai proses dari restrukturisasi kognitif yang berlangsung secara berangsur-angsur menurut urutan tertentu. Menurut Kohlberg, moral manusia itu berkembang melalui tiga tingkat, dan setiap tingkat terdiri dari dua tahap:
1) Tingkat prakonvensional
Pada tingkat ini setiap individu memandang moral berdasarkan kepentingan sendiri artinya pertimbangan moral berdasarkan pada pandangannya secara individual tanpa menghiraukan rumusan dan aturan yang dibuat oleh masyarakat, pada tingkat para konvensional ini terdiri atas dua tahap:
a) Orientasi Hukum dan Kepatuhan.
Pada tahap ini prilaku anak didasarkan kepada konsekuensi fisik yang akan terjadi, artinya anak hanya berpikir bahwa prilaku yang benar itu adalah prilaku byang tidak akan mengakibatkan hukuman. Dengan demikian setiap peraturan harus dipatuhi agar tidak menimbulkan konsekuensi negative.
b) Orientasi Instrument – Relatif
Pada tahap ini prilaku anak didasarkan kepada rasa “adil” berdasarkan aturan permainan yang telah disepakati. Dikatakan adil manakala orang membalas prilaku yang dianggap baik. Dengan demikian prilaku itu didasarkan kepada saling menolong dan saling memberi.
2) Tingkat Konvensional
Pada tahap ini anak mendekati masalah didasarkan pada hubungan individu masyarakat. Kesadaran dalam diri anak mulai tumbuh bahwa prilaku itu sesuai dengan norma-norma dan aturan yang berlaku dimasyarakat, dengan demikian pemecahan masalah itu sesuai dengan norma masyarakat atau tidak. Pada tingkat konvensional itu mempunyai dua tahap:
a) Keselarasan Interpersonal
Pada tahap ini ditandai dengan setiap prilaku yang ditampilkan individu yang didorong oleh keinginan untuk memenuhi harapan orang lain. Kesadaran individu mulai tumbuh bahwa ada orang lain diluar dirinya untuk berprilaku sesuai dengan harapan. Artinya anak sadar bahwa ada hubungan antara dirinya dengan orang lain. Dan hubungan itu tidak boleh rusak.
b) Sistem Social dan Kata Hati
Pada tahap ini prilaku individu bukan berdasarkan pada dorongan untuk memenuhi harapan orang lain yang dihormatinya, akan tetapi berdasarkan pada tuntutan dan harapan masyarakat, ini berarti telah terjadi pergeseran dari kesadaran individu kepada keadaran social yang mengatur prilaku individu.
3) Tingkat postkonvensional
Pada tingkat ini rilaku individu berdasarkan pada kepatuhan terhadap norma-norma masyarakat yang berlaku, akan tetapi didasari oleh adanya kesadaran sesuai dengan nilai-nilai yang dimilikinya secara individu, seperti pada tingkatan sebelumnya, pada tingkat ini terdiri juga atas dua tahap:
a) Kontrak Social
Pada tahap ini prilaku individu berdasarkan pada kebenaran-kebenaran yang diakui dimasyarakat. Kesadaran individu untuk berprilaku tumbuh karena kesadaran untuk menerapkan prinsip-prinsip social. Dengan demikian kewajiban moral dipandang sebagai kontrak social yang harus dipatuhi bukan sekedar pemenuhan system nilai.
b) Prinsip Etis yang Universal
Pada tahap terakhir, prilaku manusia didasrkan pada prinsip-prinsip universal. Segala macam tindakan bukan hanya didasarkansegala kontrak social yang harus dipatuhi, akan tetapi didasarkan kepad suatu kewajiban sebagai manusia. Setiap individu wajib menolong orang lain. Apaka orang itu sebagai orang
yang kita benci ataupun tidak, apakah orang itu kita cintai atau tidak,, orang yang kita suka atau tidak, pertolongan yang diberikan bukan didasarkan pada kesadaran yang bersifat universal.
Sesuai dengan prinsip bahwa moral terjadi secara bertahap, maka strategi pembelajaran model kohleberg diarahkan untuk membantu agar setiap individu meningkat dalam perkembangan moralnya.
Teknik Mengklarifikasi Nilai
Teknik mengklasifikasi nilai (value clarivication technique) atau sering disingkat VCT dapat diartikan sebagai teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan status nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa.
Kelemahan yang sering terjadi dalam proses pembelajaran nilai atau sikap adalah poses pembelajaran yang dilakukan secara langsung oleh guru, artinya guru menanamkan nilai-nilai yang dianggapnya baik tanpa memperhatikan nilai yang sudah tertanam dalam diri siswa, akibatnya sering terjadi benturan dan konflik dalam diri siwa karena ketidak cocokan antara nilai lama yang sudah terbentuk dengan nilai baru yang ditanamkan oleh guru.
Kesulitan Dalam Pembelajaran Efektif
Disamping aspek pembentukan kemampuan intelektual untuk membentuk kecerdasan peserta didik dan dan pembentukan keterampilan untuk mengembangkan kompetensi agara peserta didik memiliki kemampuan motorik, maka pembentukan sikap peserta didik merupakan aspek yang tidak kalah pentingnya, ada beberapa kesulitan yang disebabkan dalam proses pembelajaran dan pembentukan akhlak, yaitu:
Selama ini proses pendidikan sesuai dengan kurikulum yang berlaku, cenderung diarahkan untuk membentuk intelektual, akibatnya upaya yang dilakukan oleh seorang guru diarahkan kepada bagaimana anak dapat menguasai pengetahuan sesuai dengan standar isi kurikulum yang berlaku, oleh karena kemampuan intelektual identik dengan penguasaan materi pelajaran.
Sulitnya melakukan control karena banyaknya factor yang dapat mempengaruhi perkembangan sikap seseorang, pengembangan kemampuan sikap baik melalui proses pembiasaan maupun model bukan hanya ditentukan oleh factor guru, akan tetapi terutama dari factor lingkungan.
Keberhasilan pembentukan sikap tidak bisa dievaluasi dengan segera, berbeda dengan pengembangan aspek kognitif, dan aspek keterampilan yang hasilnya dapat diketahui setelah pembelajaran berakhir, maka keberhasilan dari pembentukan sikap baru dapat dilihat dari rentang waktu yang cukup panjang.
Pengaruh kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi yang menyuguhkan aneka program acara, berdampak pada pembentukan karakter anak.
http://zainalmasrizaina.blogspot.com/2012/09/strategi-pembelajaran-afektif.html
Pengalaman saya menggunakan SPA dalam KBM , memang sulit diawal , karena memang siswa masih berorientasi pada hasil akhir . Bukan pada proses dimana lebih menekankan sikap belajar cara memperoleh pengetahuan itu sendiri . Dengan penggunaan Kurtilas , sebenarnya KBM dengan tehnik SPI ini sangan korelasi sekali dan mendukung . Hanya mungkin yang harus dievaluasi adalah tehnik penilaiannya , sehingga anak memahami bagaimana hasil yang diperoleh pada nilai dan sikapnya itu adalah apa yang selama ini diperhatikan dan dijadikan penilaian guru . Berkali kali saya katakana pada siswa bahwa , saya tidak menuntut Otaknya yang artinya kecerdasan semata , namun saya lebih mengutamakan sikapnya dalam memperoleh ilmu dan kecerdasannya dengan akhlak yang mulia . Saya yakin bila itu dipahami maka ilmu yang diperolehnya akan menghasilkan pengetahuan melalui proses kesadaran bukan melalui paksaan dan akan menghasilkan ketrampilan yang maksimal melalui sikapnya memperoleh pengetahuan itu sendiri .
III. SPE (Strategi Pembelajaran Ekspositori )
Strategi Pembelajaran Ekspositori ( SPE ) , Konsep dan Prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran Ekspositori Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.
Strategi Pembelajaranb ekspositori akan efektif apabila :
- Guru akan menyampaikan bahan-bahan baru serta kaitannya dengan yang akan dan harus dipelajari siswa.
- Apabila guru menginginkan agar siswa mempunyai gaya model intelektual tertentu,misalnya agar siswa bisa mengingat bahan pelajaran,sehingga ia akan dapat mengungangkapkannya kembali manakala diperlukan.
- Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan cocok untuk dipresentasikan,artinya dipandang dari sifat dan jenis materi pelajaran memang materi itu hanya mungkin dapat dipahami oleh siswa manakala disampaikan oleh guru,misalnya materi pelajaran hasil penelitian berupa data-data khusus.
- Jika ingin membangkitkan keingintahuan siswa tentang topic tertentu.
- Guru menginginkan untuk mendemonstrasikan suatu teknik atau prosedur,biasanya merupakan suatu teknik atau prosedur tertentu untuk kegiatan praktik.
- Apabila seluruh siswa memiliki tingkat kesulitan yang sama sehingga guru perlu menjelaskan untuk seluruh siswa.
- Apabila guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata memiliki kemampuan rendah.
- Jika ligkungan tidak mendukung untuk menggunakan strategi yang berpusat pada siswa,misalnya tidak adanya sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
- Jika tidak memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa.
Prosedur Pelaksanaan Strategi Ekspositori
1.Rumuskan tujuan yang ingin dicapai
2.Kuasai materi pelajaran dengan baik
3.Kenali medan dan berbagai hal yang dapat memengaruhi proses penyampaian
Ada beberapa langkah dalam penerapan strategi ekspositori yaitu :
a. Persiapan b. Penyajian c. Menghubungkan d. Menyimpulkan e. Penerapan
a.Persiapan Dalam strategi ekspositori,langkah persiapan merupakan langkah yang sangat penting,tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan adalah :
- Mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang positif.
- Membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar
- Merangsang dan menggugah rasa ingin tahu siswa
- Menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka. Beberapa langkah yang harus dilakukan dalam persiapan diantaranya :
-.Berikan sugesti yang positif dan hindari sugesti yang negative
-.Mulailah dengan mengemukakan tujuan yang harus dicapai
-.Bukalah file dalam otak siswa
b.Penyajian
-Penggunaan bahasa, bahasa yang digunakan sebaiknya bahasa yang komunikatif dan mudah dipahami.
- Intonasi suara, pengaturan nada suara akan akan membuat perhatian siswa tetap terkontrol,sehingga tidak akan mudah bosan.
- Menjaga kontak mata dengan siswa,melalui kontak mata yang selamanya terjaga,siswa bukan merasa dihargai oleh guru,akan tetapi juga mereka seakan-akan diajak terlibat dalam proses pembelajaran.
c.Korelasi , Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur-struktur pengetahuan yang telah dimilkinya.
d.Menyimpulkan , Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti dari materi pelajaran yang telah disajikan.
f. Mengaplikasikan Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru.
Keunggulan dan Kelemahan Strategi Ekspositori
Keunggulan
a. Dengan strategi ekspositori,guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran.
b. Dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa sangat luas,sementara waktu yang disediakan cukup terbatas.
c. Selain siswa dapat mendengar melalui penuturan ,siswa juga bisa melihat atau mengobservasi. d. Bisa digunakan untuk jumlah dan ukuran kelas yang besar.
Kelemahan
a. Hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiiki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik.
b.Tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan,pengetahuan,minat dan bakat serta perbedaan gaya belajar.
c. Karena lebih banyak disampaikan melalui ceramah,maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam sosialisasi,serta kemampuan berpikir kritis
d. Keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada persiapan guru , baik persiapan , pengetahuan ,semangat , antusiasme , motivasi dan berbagai kemampuan yang lain.
e. Karena lebih banyak satu arah,maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan materi pembelajaran akan terbatas pula.
http://suksesbersamasukarto.blogspot.com/2010/03/strategi-pembelajaran-ekspositori-spe.html
VI . Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM).
Ini adalah pelajarannya Pak Kusoy.Beliau adalah guru mata pelajaran pengetahuan social di sekolah kami.
“ Hari ini kita akan mencoba membahas tentang masalah yang terjadi di kota kita”, kata Pak Kusoy sambil berdiri di depan kami. Suaranya nyaring, matanya memandang kami satu per satu, seakan akan Ia minta perhatian dari kami yang sebetulnya sudah kehilangan gairah untuk belajar. Maklun, siang ini adalah jam pelajaran terakhir. Di luar udara sangat panas. “Coba, menurut kamu Andri, masalah apa yang sedang hangat dibicarakan sekarang ini?” Pak Kusoy menyuruh Andri yang kelihatan seperti ngantuk. Andri merasa kaget mendapat pertanyaan yang mendadak.
“Anu… pak! Masalah pengangguran… pak!” kata Andri sambil membetulkan rambutnya.
“Mengapa kamu menganggap masalah pengangguran sebagai masalah yang aktual? Bukankah masalah tersebut merupakan masalah yang sejak lama kita hadapi?”
Andri tidak menjawab. Tampak rasa kantuknya belum seluruhnya hilang dari matanya yang kecil berlindung di bawah bulu alisnya yang tebal.
“Bagaimana meniritmu Bia?” kata Pak Kusoy menunjuk Bia yang baru saja memperbaiki cara duduknya. Tampaknya wanita tomboi itu juga merasa gerah. Sama seperti kami. Memang panas siang ini.
“”Menurut saya masalah pengangguran, walaupun masalah yang sudah lama, akan tetapi masih tetap aktual, sebab sampai sekarang belum di temukan solusinya…!”
“Bagus. Apakah sekarang ini ada masalah yang lebih penting untuk dipecahkan, selain masalah pengguran?”
Kami diam sebentar. Tiba-tiba Donto si kutu buku mengacungkan tangannya. “Ada, pak! Sekarang ini kota kita dihadapkan kepada permasalahan sampah. Berdasarkan informasi pemerintah kota sulit membuang sampah karena tidak ada tempat pembuangan yang layak, akhirnya sudut-sudut kota kita dihiasi oleh tumpukan sampah yang menggunung dan baunya sangat menyengat…!”
“Mengapa kamu menganggap masalah sampah merupakan masalah aktual?”
“Jelas pak. Sebab, masalah sampahselain mengganggu lingkungan masyarakat, juga sudah menjadi isu politik. Bukan itu saja pak, karena masalah sampah itu kota kita dinobatkan sebagai kota terkotor.”
Pak Kusoy mengangguk-anggukkan kepala. Ia tampak terkesan dengan argumentasi si kutu buku. “Apakah kamu setuju dengan pendapat Donto, Ria?”
“Setuju sekali pak. Sebab, dengan julukan Kota Terkotor itu mengusukan harga diri saya sebagai penduduk kota ini!”
Pak Kusoy tersenyum. Tampaknya pengkapnya mengena; dan kami tidak menyadarinya.
“Nah, kalau begitu topic yang akan kita bicarakan hari ini adalah tentang sampah. Bagaimana, apakah kalian setuju? “Setuju, pak..!”
“Menurut kamu, apa yang akan kita permasalahkan dari topik sampah ini?” Lagi-lagi kami terdiam.
“Bagaimana kalau kita mulai dengan masalah, harus dibagaimanakan sampah yang menumpuk itu?” kata Ria. “Ya, dibuang …!” kata kami serempak. Kelas menjadi sedikit ribut. Kali ini benar-benar tidak ada diantara kami yang mengantuk.
“Bagus…! Apakah kamu dapat merumuskan masalah dengan lebih jelas?”
“Menurut saya bukan harus dibagaimanakan sampah yang menumpuk itu, tetapi bagaimana cara menaggulangi tumpukan sampah,” kata Denok yang dari tadi tampak serius mengikuti diskusi.
“Bagus…!” kata Pak Kusoy sambil menulis di papan tulis. “Apakah selain masalah ini, ada masalah lain yang perlu kalian bahas?”
“Ada pak…! Menurut saya yang paling penting adalah bagaimna seharus nya masyarakat memberlakukan smpah,” kata Donto. “Mengapa kamu merasa hal itu dianggap penting?”
“Sebab, Bagimanapun adanya tumpukan sampah itu, dikarenakan ulah atau hasil dari pekerjaan masyarakat. Nah, dengan demikian kita harus memberikan solusi, apasaja yang harus dilakukan masyarakat terhadap sampah yang merka hasilkan itu.”
Cerita diatas merupakan dari contoh penerapan strategi pembelajaran yamg bertumpu pada penyelesaian masalah atau Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM).
Dalam penerapan strategi ini , guru meberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan topik masalah , walaupun sebenarnya guru sudah mempersiapkan apa yang harus dibahas. Proses pembelajaran diarahkan agar siswa mampu menyelesaikan masalah secara sistematis dan logis.
Dilihat dari aspek psikologi belajar SPBM bersandarkan kepada psikologi kognitif yang berangkat dari asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.belajar bukan semata-mata proses menghafal sejumlah fakta,tetapi suatu proses interkasi secara sadar antara individu dengan lingkungannya . Melalui proses ini sedikit demi sedikit siswa akan berkembang secara utuh.artinya,perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada aspek kognitif,tetapi juga aspek efektif dan psikomotor melalui penghayatan secara internal akan problema yng dihadapi.
Dilihat dari aspek filosofis tentang funsi sekolah ebagai arena atau wadah untuk mempersiapkan anak didik agar dapat hidup di mayarakat,maka SPBM merupakan strategi yang meumngkiknkan dan sangat penting untuk I kembangkan.hal ini disebabkan pada kenyataan setiap manusia agar selalu dihadapkan kepada masalah. dari mulai masalah yang sederhana sampai kepada masalah yang kompleks; SPBM ini diharapkan dapat memberikan latihan dan kemampuan setiap individu untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Dilihat dari konteks perbaikan kualitas pendidikan, maka SPBM merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran
Konsep Dasar dan Karakteristik SPBM
SPBM Dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara alamiah. Terdapat tiga ciri utama dari SPBM.
1. SPBM merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinyadalam implementasi pembelajaran SPBM ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. SPBM tidak mengaharapkan siswa hanya mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetpi melalui SPBM siswa aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.
2. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. SPBM menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa maslah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran.
3. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara alamiah. Yaitu proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini disecara sistematis dan empiris.
Untuk mengimplementasikan SPBM, guru perlu memilih bahan pelajaran yang memiliki permaalahan yang dapat dipecahkan. Strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat diterapkan:
• Manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar dapat mengingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahaminya secara penuh.
• Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan berpikir rasional siswa, yaitu kemampuan menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru, mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam membuat judgment secara objektif.
• Manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa.
• Jika gguru inin mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya.
• Jika guru ingin agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya ( hubungan antara teori dengan kenyataan).
Para pengembang pembelajaran berbasis masalah (Ibrahin dan Nur,2004) telah mendeskripsikan karaketeristik model pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut.
• Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berbasis masalah dimulai dengan pengajuan pertanyaan atau masalah, bukannya mengorganisasikan disekitar prinsip-prinsip atau keterampilan-keterampilan tertentu. Pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan atau masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik untuk menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.
• Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun SPBM mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu. Masalah yang dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
• Penyelidikan autentik. Model pembelajaran berbasis masalah menghendaki siswa untuk melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalsis dan mendefinisikan masalah mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalsis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan
• Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya . SPBM menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Bentuk tersebut dapat berupa laporan, model fisik, video, maupun program komputer. Karya nyata itu kemudian didemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional atau makalah.
• Kerjasama. Model pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa yang bekerjasama satu sama lain, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.
Hakikat Masalah SPBM
SPBM adalah masalah yang bersifat terbuka . Artinya jawaban dari masalah tersebut belum pasti. Setiap siswa, bahkan guru, dapat mengembangkan kemungkinan jawaban. Dengan demikian, SPBM memberikan kesempatan pada siswa untuk bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap untuk memecahkkan masalah yang dihadapi. Tujuan yang ingin dicapai SPBM adalah kemampuan siswa untuk berpikir kritis, analitis, sistematis, dan logis untuk menemukan alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah.
Hakikat masalah dalam SPBM adalah gap atau kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi dengan apa yang diharapkan. Kesenjangan tersebut bisa dirasakan dari adanya keresahan, keluhan, kerisauan, atau kecemasan. Oleh karena itu, maka materi pelajaran atau topik tidak terbatas pada materi pelajaran yang bersumber dari buku saja, akan tetapi juga dapat bersumber dari peristiwa-peristiwa tertentu sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
Dibawah ini diberikan criteria pemilihan bahan pelajaran dalam SPBM.
1. Bahan pelajaran harus mengundang isu-isu yang mengandung konflik (conflict issue) yang bisa bersumber dari berita, rekaman video, dan yang lainnya.
2. Bahan yang dipilih adlah bahan yang bersifat familiar dengan siswa, sehingga siswa dapat mengikuti dengan baik.
3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak ( universal ) , sehingga terasa manfaatnya.
4. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimilki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya.
Menurut Arends (Nurhayati Abbas, 2000:13) pertanyaan dan masalah yang diajukan itu haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Autentik. Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.
2. Jelas. Yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa.
3. Mudah dipahami. Yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa. Selain itu, masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
4. Luas dan sesuai dengan Tujuan Pembelajaran. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
5. Bermanfaat. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik bagi siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah siswa. Serta membangkitkan motivasi belajar siswa.
Tahap-tahapan SPBM
Menurut John Dewey ada 6 langkah SPBM yang dinamakan dengan metode pemecahan masalah ( problem solving ), yaitu:
1. Merumuskan masalah, yaitu dengan langkah siswa menentukan maslah yang akan dipecahkan.
2. Menganalisis maslah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.
3. Merumuskan hiporesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilkinya.
4. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan maslah.
5. Pengujian hipotesis, Yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang di ajukan.
6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa untuk menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
David Johnson & Johnson mengemukakan ada 5 langkah SPBM Melalui kegiatan kelompok.
1. Mengidentifikasi masalah, Yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang akan dikaji. Dalam kegiatan ini guru bisa meminta pendapat dan penjelasan siswa tentang isu-isuhangnat yang menarik untuk dipecahkan.
2. Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah, serta menganalisis berbagai faktor, baik faktor yang bisa mengahambat maupun faktor yang dapat mendukung dalam penyelesaian masalah. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam diskusi kelompok kecil, hingga pada akhirnya siswa dapat mengurutkan tindakan-tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis penghamba yang diperkirakan.
3. Menurumuskan alternatif strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada tahapan ini setiap siswa didorong untuk berpikir mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang kemungkinan setiap tindakan yang dapat dilakukan.
4. Menentukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan.
5. Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan kegiatan; sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan strategi yang di terapkan.
Menurut Arends (Nurhayati Abbas, 2000:4) , penerapan model pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima langkah. Kelima langkah itu adalah
(1) mengorientasikan siswa pada masalah;
(2) mengorganisasikan siswa untuk belajar;
(3) memandu menyelidiki secara mandiri atau kelompok;
(4) mengembangkan dan menyajikan hasil kerja; dan
(5) menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah.
Tahap tahap Pengajaran berbasis masalah yang lain terdiri dari lima tahap, seperti dijelaskan tabel berikut ini;
Tahapan Kegiatan guru
Tahap 1 : Orientasi siswa terhadap masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan perangkat yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.
Tahap 2 : Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Tahap 3 : Membimbing penyelidikan individual dan kelompok.
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan serta pemecahan masalahnya.
Tahap 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
Tahap 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi teerhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Sesuai dengan tujuan SPBM adalah untuk menumbuhkan sikap ilmiah, maka secara umum SPBM dapat dilakukan dengan langkah-langkah:
1. Menyadari masalah
Implementasi SPBM harus dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus dipecahkan.Pada tahap ini guru membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenjangan atau gap yang dirasakan oleh manusia atau lingkungan sosial. Kemampuan yang harus dicapai siswa pada tahap ini adalah siswa dapat menentukan atau menangkap kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena yang ada. Mungkin pada tahap ini siswa dapat menemukan kesenjangan lebih dari satu, akan tetapi guru dapat mendorong siswa agar menentukan satu atau dua kesenjanganyang pantas untuk dikaji baik melalui kelompok besar maupun kelompok kecil atau bahkan individual.
2. Merumuskan masalah
Bahan pelajaran dalam bentuk topik yang dapat dicari dari kesenjangan, selanjutnya difokuskan pada masalah apa yang pantas untuk dikaji. Rumusan maslah sangat penting, sebab selanjutnya akan berhubungan dengan kejelasan an kesamaan persepsi tentang masalah dan berkaitan dengan data-data apa yang haru dikumpulkan untuk menyelesaikannya. Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam hal ini adalah siswa dapat menentukan proiritas masalah.Siswa dapat memanfaatkan pengetahuannya untuk mengkaji, merinci, dan menganalisis masalah sehingga pada akhirnya muncul rumusan masalah yang jelas, spesifik, dan dapt dipecahkan.
3. Merumuskan hipotesis
Sebagai proses berpikir ilmiah, yang merupakan perpaduan berpikir dedukatif dan induktif, maka merumuskan hipotesis merupakan langkah penting yang tidak boleh ditinggalkan. Kemampuan siswa yang diharapkan dari siswa pada tahap ini adalah siswa dapat menentukan sebab akibat dari masalah yang ingin diselesaikan. Melalui analisis sebab akibat inilah pada akhirnya siswa diharapkan agar dapat menentukan berbagai kemungkinan penyelesaian masalah. Dengan demikian, upaya yang dapat dilakukan selanjutnya adalah mengumpulkan data yang sesuai dengan hipotesis yang diajukan.
4. Mengumpulkan data
Sebagai proses berpikir empiris, keberadan data dalam proses berpikir ilmiah meruakan hal yang sangat penting. Sebab, menentukan cara penyelesaian masalah sesuai dengan hipotesis yang diajukan harus sesuai dengan kenyataan yang ada. Proses berpikir ilmiah bukan proses berimajinasi tetapi proses yang didasarkan pengalaman. Oleh karena itu, dalam tahap ini siswa didorong untuk mengumpulkan data yang relevan. Kemampuan yang diharapkan pada tahap ini aalah kecakapan siswa untuk mengumpulkan dan memilah data, kemudian memetakan dan menyajikan dalam berbagai tampilan sehingga mudah dipahami.
5. Menguji hipotesis
Berdasakan data yang dikumpulkan, akhirnya siswa menentukan hipotesis yang mana yang diterima dan mana yang ditolak. Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam tahap ini adalah kecakapan menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk melihat hubungannya dengan maslah yang dikaji. Di samping itu, siswa diharapkan dapat mengambil keputusan dan kesimpulan.
6. Menentukan piliihan penyelesaian.
Menentukan pilihan penyelesaian merupakan proses akhir dari proses SPBM. Kemampuan yyang diharapkan pada tahap ini adalah kecakapan memilih alternatif penyelesaian yang memungkinkan dapat dilakukan serta dapat memperhitungkan kemungkinan yang akan terjadi sehubungan dengan alternatif yang dipilih nya, termasuk memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada setiap pilihan.
Keungulan dan Kelemahan serta Manfaat SPBM
1. Keunggulan Sebagai sesuatu strategi pembelajaran, SPBM memiliki beberapa keunggulan, di antara.
a. Pemecahan masalah (Problem solving) merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
b. Pemecahan masalah (Problem solving) dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan bagi siswa.
c. Pemecahan masalah (Problem solving) Dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
d. Pemecahan masalah (Problem solving) dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
e. Pemecahan masalah (Problem solving) dapat membantu siswa untuk dapat mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu, pemecahan malah itu juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
f. Pemecahan masalah (Problem solving) bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran, pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari buku atau dari buku-buku saja.
g. Pemecahan masalah (Problem solving) dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
h. Pemecahan masalah (Problem solving) dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasi pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
i. Pemecahan masalah (Problem solving) dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
j. Realistis dengan kehidupan siswa.
k. Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa.
l. Memupuk sifat inquiri siswa.
m. Retensi konsep jadi kuat.
Manfaat
Manfaat dari pembelajaran berbasis masalah adalah membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah. Dengan pembelajaran berbasis masalah ini siswa berusaha berpikir kritis dan mampu mengembangkan kemampuan analisisnya serta menjadi pembelajar yang mandiri. Pembelajaran berbasis masalah memberikan dorongan kepada peserta didik untuk tidak hanya sekedar berpikir sesuai yang bersifat konkret tetapi lebih dari itu berpikir terhadap ide-ide yang abstrak dan kompleks.
Kelemahan
a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui (problem solving) membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari.
d. Membutuhkan persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks.
e. Sulitnya mencari problem yang relevan.
f. Sering terjadi miss-konsepsi.
Kekurangan-kekurangan dalam model pembelajaran berbasis masalah ini bukan berarti SPBM merupakan model pembelajaran yang kurang efektif untuk deterapkan dalam proses pembelajaran, akan tetapi kekurangan-kekurangan dalam penerapan model pembelajaran berbasis masalah yang dikemukakan di atas, menuntut guru sebagai pendidik harus kreatif dalam meminimalisir serta berusaha mencari solusi untuk mengatasi kekurangan-kekurangan tersebut.
Simpulan
Dalam penerapan strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM), guru meberikan kesempatan kepada siswa untuk menetukan topik masalah,walaupun sebenarnya guru sudah mempersiapkan apa yang harus dibahas. Proses pembelajaran diarahkan agar siswa mampu menyelesaikan masalah secara sistematis dan logis.
Pada hakikatnya SPBM adalah masalah yang bersifat terbuka. Artinya jawaban dari masalah tersebut belum pasti. Setiap siswa, bahkan guru, dapat mengembangkan kemungkinan jawaban. Dengan demikian, SPBM memberikan kesempatan pada siswa untuk bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap untuk memecahkkan masalah yang dihadapi. Tujuan yang ingin dicapai SPBM adalah kemamuan siswa untuk berpikir kritis, analitis, sistematis, dan logis untuk menemukan alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah.
Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM), banyak memberikan manfaat, serta keunggulan yang yang dapat diambil siswa maupun guru. Namun selain memilki banyak manfaat serta keunggulan strategi pembelajaran model ini juga tak luput dari kekurangan. akan tetapi kekurangan-kekurangan dalam penerapan model pembelajaran ini, menuntut guru sebagai pendidik harus kreatif dalam meminimalisir serta berusaha mencari solusi untuk mengatasi kekurangan-kekurangan tersebut.
http://matharisfreedom.blogspot.com/2013/06
V . Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir ( SPPKB )
Hakikat dan Pengertian Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir Model strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir(SPPKB ) , adalah model pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui telaah , fakta-fakta atau pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajukan.
Terdapat beberapa hal yang terkandung dalam pengertian di atas :
Pertama , SPPKB adalah model pembelajaran yang bertumpu pada pengembangan kemampuan berpikir,artinya tujuan yang ingin dicapai oleh SPPKB adalah bukan sekedar siswa dapat menguasai sejumlah materi pelajaran,akan tetapi bagaimana siswa dapat mengembangkan gagasan-gagasan dan ide-ide melalui kemampuan berbahasa secara verbal
Kedua, telaah fakta-fakta social atau pengalaman social merupakan dasar pengembangan kemampuan berpikir,artinya pengembangan gagasan dan ide-ide didasarkan kepada pengalaman social anak dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga ,sasaran akhir SPPKB adalah kemampuan anak untuk memecahkan masalah-masalah social sesuai dengan taraf perkembangan anak.
Hakikat Kemampuan Berpikir dalam SPPKB Strategi pembelajaran peningkatan berpikir atau
SPPKB,merupakan model pembelajaran yang bertumpu pada proses perbaikan dan peningkatan kemampuan berpikir siswa. SPPKB bukan hanya sekedar model pembelajaran yang diarahkan agar peserta didik dapat mengingat dan memahami berbagai data,fakta atau konsep,akan tetapi bagaimana bagaimana data,data,fakta dan konsep tersebut dapat dijadikan sebagai alat untuk melatih kemampuan berpikir siswa dalam menghadapi dan memecahkan masalah.
Karakteristik SPPKB Sebagai strategi pembelajaran yang diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir,SPPKB memiliki tiga karakteristik:
1. Proses pembelajaran melalui SPPKB menekankan kepada proses mental siswa secara maksimal.SPPKB bukan model pembelajaran yang hanya menuntut siswa sekedar mendengar dan mencatat,tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir.
2. SPPKB dibangun dalam nuansa dialogis dan proses tanya jawab secara terus menerus.Proses pembelajaran melalui dialog dan tanya jawab itu diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa,yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
3. SPPKB adalah model pembelajaran yang menyandarkan kepada dua sisi proses dan hasil belajar.Proses belajar diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir , sedangkan sisi hasil belajar diarahkan untuk mengkontruksi pengetahuan atau penguasaan materi pembelajaran baru.
Tahapan-tahapan Pembelajaran SPPKB SPPKB menekankan kepada keterlibatan siswa secara penuh dalam belajar.Hal ini sesuai dengan hakikat SPPKB yang tidak mengharapkan siswa sebagai obyek belajar yang hanya duduk mendengarkan penjelasan guru,kemudian mencatat yang berhubungan dengan penguasaan materi pelajaran dan mencatat untuk dihafalkan.
Ada 6 tahap dalam SPPKB,sebagai berikut :
1. Tahap orientasi Pada tahap ini guru mengondisikan siswa pada posisi siap untuk melakukan pembelajaran .Tahap orientasi dilakukan dengan,pertama penjelasan tujuan yang harus dicapai, baik tujuan yang berhubungan dengan penguasaan materi pelajaran ,maupun tujuan yang berhubungan dengan proses pembelajaran atau kemampuan berpikir yang harus dimiliki oleh siswa.Kedua,penjelasan proses pembelajaran yang harus dilakukan siswa dalam setiap tahapan proses pembelajaran.
2. Tahap Pelacakan Tahap pelacakan adalah,tahapan penjajakan untuk memahami pengalaman dan kemampuan dasar siswa sesuai dengan tema atau pokok persoalan yang akan dibicarakan.Melalui tahapan inilah guru mengembangkan dialog dan tanya jawab untuk mengungkap pengalaman apa saja yang telah dimiliki siswa yang dianggap relevan dengan tema yang akan dikaji.Dengan berbekal pemahaman itulah selanjutnya guru menentukan bagaimana ia harus mengembangkan dialog dan tanya jawab pada tahapan-tahapan selanjutnya.
3. Tahap Konfrontasi Tahap konfrontasi,adalah tahapan penyajian persoalan yang harus dipecahkan sesuai dengan tingkat kemampuan dan pengalaman siswa.Untuk merangsang peningkatan kemampuan siswa pada tahapan ini,guru dapat memberikan persoalan-persoalan yang dilematis yang memerlukan jawaban atau jalan keluar.Persoalan yang diberikan sesuai dengan tema atau topic itu tentu saja persoalan yang sesuai dengan kemampuan dasar atau pengalaman siswa.Pada tahap ini guru harus dapat mengembangkan dialog agar siswa benar-benar memahami persoalan yang harus dipecahkan.
4. Tahap inkuiri Tahap inkuiri adalah tahapan terpenting dalam SPPKB.Pada tahap inilah siswa belajar berpikir yang sesungguhnya.Melalui tahapan inkuiri siswa diajak untuk memecahkan persoalan yang dihadapi.Oleh sebab itu guru harus memberikan ruang dan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan gagasan dalam upaya penecahan persoalan.
5. Tahap Akomodasi Tahap akomodasi adalah tahapan pembentukan pengetahuan baru melalui proses penyimpulan.Pada tahap ini siswa dituntut untuk dapat menemukan kata-kata kunci sesuai dengan topic atau tema pembelajaran.Pada tahap ini melalui dialog guru membimbing agar siswa dapat menyimpulkan apa yang mereka temukan dan mereka pahami sekitar topic yang dipermasalahkan.
6. Tahap Transfer Tahap transfer adalah tahapan penyajian masalah baru yang sepadan dengan masalah yang disajikan.Tahap transfer dimaksudkan agar agar siswa mampu menstransfer kemampuan berpikir setiap siswa,untuk memecahkan masalah-masalahbaru.Pada tahap ini guru memberikan tugas-tugas yang sesuai dengan topic pembahasan.
SPPKB dapat berhasil dengan sempurna khususnya bagi guru sebagai pengelola pembelajaran bila :
1. SPPKB,adalah model pembelajaran bersifat demokratis,oleh sebab itu guru harus mampu menciptakan suasana demokratis dan saling menghargai.
2. SPPKB, dibangun dalam suasana tanya jawab,oleh sebab itu guru dituntut untuk dapat mengembangkan kemampuan bertanya untuk melacak, bertanya untuk memancing,dan lain-lain.
3. SPPKB juga merupakan model pembelajaran yang dikembangkan dalam suasana dialogis,karena itu guru harus mampu merangsang dan membangkitkan kerenanian siswa untk menjawab pertanyaan,menjelaskan,membuktikan dengan memberikan data dan fakta social,serta keberanian untuk mengeluarkan ide-ide,serta menyusun kesimpulan dan mencari hubungan antar aspek yang dipermasalahkan.
http://suksesbersamasukarto.blogspot.com/2010/03/strategi-pembelajaran-peningkatan.html
VI. Strategi Pembelajaran Kooperatif ( SPK )
A. Konsep Strategi Pembelajaran Kooperatif (SPK)
Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam SPK, yaitu :
1. Adanya peserta dalam kelompok
2. Adanya aturan kelompok
3. Adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan
4. Adanya tujuan yang harus dicapai.
Peserta adalah siswa yang melakukan proses pembelajaran dalam setiap kelompok belajar. Pengelompokkan siswa bisa ditetapkan berdasarkan beberapa pendekatan, di antaranya pengelompokan yang didasarkan atas minat dan bakat siswa, pengelompokan yang didasarkan atas campuran baik campuran ditinjau dari minat maupun campuran ditinjau kemampuan. Pendekatan apa pun yang digunakan, tujuan pembelajaran haruslah menjadi pertimbangan utama.
Aturan kelompok adalah segala sesuatu yang menjadi kesepakatan semua pihak yang terlibat, baik siswa sebagai peserta didik, maupun siswa sebagai anggota kelompok. Upaya belajar adalah segala aktivitas siswa untuk meningkatkan kemampuannya yang telah dimiliki maupun meningkatkan kemampuan baru, baik kemampuan dalam aspek pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Aktivitas pembelajaran tersebut dilakukan dalam kegiatan kelompok, sehingga antarpeserta dapat saling membelajarkan melalui tukar pikiran, pengalaman, maupun gagasan-gagasan.
Aspek tujuan dimaksudkan untuk memberikan arah perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Melalui tujuan yang jelas, setiap anggota kelompok dapat memahami sasaran setiap kegiatan belajar.
Salah satu strategi dari model pembelajaran kelompok adalah strategi pembelajaran kooperatif (cooperative learning) (SPK). SPK merupakan strategi pembelajaran kelompok yang akhir-akhir ini menjadi perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk digunakan. Salvin (1995) mengemukakan dua alasan,
pertama, beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat menigkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.
Dari dua alasan tersebut, maka pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan.
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif. Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok. Setiap individu akan saling membantu, meraka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok.
SPK mempunyai dua komponen utama, yaitu komponen tugas kooperatif (cooperative task) dan komponen struktur insetif kooperatif (cooperative incentive structure).
Tugas kooperatif berkaitan dengan hal yang menyebabkan anggota bekerja sama dalam menyelesaikan tugas kelompok,
sedangkan struktur insetif kooperatif merupakan sesuatu yang membangkitkan motivasi individu untuk bekerja sama mencapai tujuan kelompok. Struktur insentif dianggap sebagai keunikan dari pembeljaran kooperatif, karena melalui struktur insentif setiap anggota kelompok bekerja keras untuk belajar, mendorong dan memotivasi anggota lain menguasi materi pelajaran, sehingga mencapai tujuan kelompok.
Jadi, hal yang menarik dari SPK adalah adanya harapan selain memiliki dampak pembelajaran, yaitu berupa peningkatan prestasi belajar peserta didik (student achievement) juga mempunyai dampak pengiring seperti relasi sosial, penerimaan terhadap peserta didik yang dianggap lemah, harga diri, naorma akademik, penghargaan terhadap waktu, dan suka memberi pertolongan pada yang lain.
Strategi pembelajaran ini bisa digunakan manakala:
1. Guru menekankan pentingnya usaha kolektif disamping usaha individual dalam belajar.
2. Jika guru menghendaki seluruh siswa (bukan hanya siswa yang pintar saja) untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar.
3. Jika guru ingin menanamkan, bahwa siswa dapat belajar dari teman lainnya, dan belajar dari bantuan orang lain.
4. Jika guru menghendaki untuk mengembangkan kemampuan komunikasi siswa sebagai bagian dari isi kurikulum.
5. Jika guru menghendaki meningkatkan motivasi siswa dan menambahkan tingkat partisipasi mereka.
6. Jika guru menghendaki berkembangnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah menemukan berbagai
solusi pemecahan.
Sedangkan ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
1. Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.
3. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-masing individu.
Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain.
Karakteristik dan Prinsip-prinsip SPK
1. Karakteristik SPK
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian pengusaan bahan pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerja sama inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif.
Salvi, Abrani, Chambers (1996) berpendapat bahwa belajar melalui kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa perspektif , yaitu persepektif motivasi, perspektif sosial, persepktif perkembangan kognitif, dan persepktif elaborasi kognitif.
Perspektif motivasi artinya bahwa pengharagaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap anggota kelompok akan saling membantu. Dengan demikian, keberhasilan individu pada dasarnya adalah keberhasilan kelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota kelompok untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya.
Persepktif sosial artinya bahwa melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar karena menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan. Bekerja secara tim dengan mengevaluasi keberhasilan sendiri oleh kelompok, merupakan iklim yang bagus, dimana setiap anggota kelompok menginginkan semuanya memperoleh keberhasilan.
Presepktif perkembangan kognitif artinya bahwa dengan adanya interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi.
Elaborasi kognitif, artinya bahwa setiap siswa akan berusaha untuk memahami dan menimba informasi menambah pengetahuan kognitifnya. Dengan demikian, karakteristik strategi pembelajaran kooperatif dijelaskan dibawah ini.
a. Pembelajaran Secara Tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Semua anggota tim (anggota kelompok) harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itulah, kriteria keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh keberhasilan tim.
Setiap kelompok bersifat heterogen. Artinya, kelompok terdiri atas anggota yang memiliki kemampuan akademik, jenis kelamin, dan latar belakang sosial yang berbeda. Hal ini dimaksudkan agar setiap anggota kelompok dapat saling memberikan pengalaman, saling memberikan konribusi terhadap keberhasilan kelompok.
b. Didasarkan pada manajemen kooperatif
Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai empat fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol. Demikian juga dalam pembelajaran kooperatif. Fungsi perencanaan menujukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaram berjalan secara efektif, misalnya tujuan apa yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa yang harus digunakan mencapai tujuan itu dan lain sebagainya. Fungsi pelaksanaan menujukkan bahwa pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, melalui langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan termasuk ketentuan-ketentuan yang sudah disepakati bersama. Fungsi organisasi menujukkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pekerjaan bersama antar setiap anggota kelompok, oleh sebab itu perlu diatur tugas dan tanggung jawab setiap anggota kelompok. Fungsi kontrol menujukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui tes maupun nontes.
c. Kemauan untuk Bekerja Sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif. Setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur dan tanggung jawab masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu. Misalnya, yang pintar perlu membantu yang kurang pintar.
d. Keterampilan Bekerja Sama
Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian diparktikan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain. siswa perlu dibantu mengatasi berbagai hambatan dalam berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga setiap siswa dapat menyampaikan ide, mengemukakan pendapat, dan memberikan kontribusi kepada keberhasilan kelompok.
Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif
Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif, seperti dijelaskan dibawah ini.
a. Prinsip Ketergatungan Positif (Positive Interdependence)
Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat tergantung kepada usaha yang dilakukan setiap anggota kelompoknya. Oleh sebab itu, perlu didasari oleh setiap anggota kelompok keberhasilan penyelesaian tugas kelompok akan ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota. Dengan demikian, semua anggota dalam kelompok akan merasa saling ketergantungan.
Untuk terciptanya kelompok kerja yang efektif, setiap anggota kelompok masing-masing pelru membagi tugas sesuai dengan tujuan kelompoknya. Tugas tersebut tentu saja disesuaikan dengan kemampuan setiap anggota kelompok. Inilah hakikat ketergantungan positif, artinya tugas kelompok tidak mungkin bisa diselesaikan manakala ada anggota kelompok yang tak bisa menyelesaiakan tugasnya, dan semua ini memerlukan kerja sama yang baik dari masing-masing anggota kelompok. Anggota kelompok yang mempunyai kemampuan lebih, diharapkan mau dan mampu membantu temannya untuk menyelesaikan tugasnya.
b. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability)
Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama. Oleh karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugansya. Setiap anggota haru memberikan yang terbaik untuk keberhasilan kelompoknya. Untuk mencapai hal tersebut, guru perlu memberikan penilaian terhadap indvidu dan juga kelompok. Penilaian individu bisa berbedam akan tetapi penilaian kelompok harus sama.
c. Interaksi tatap muka (Face to face promtion interaction)
Pembelajatan kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling membelajarkan. Interaksi tatap muaka akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan, memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota, dan mengisi kekurangan masing-masing. Kelompok belajar kooperatif dibentuk secara heterogen, yang berasal dari budaya, latar belakang sosial, dan kemampuan akademik yang berbeda. Perbedaan semacam ini akan menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya antar anggota kelompok.
d. Partispasi dan Komunikasi (Participation Communication)
Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka dalam kehidupan di masyarakat kelak. Oleh sebab itu, sebelum melakukan kooperatif, guru perlu membekali siswa dengan kemampuan berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai kemampuan berkomunikasi, mislanya kemampuan mendengarkan dan kemampuan bicara, padahal keberhasilan kelompok ditentukan oleh partisipasi setiap anggotanya.
Untuk dapat melakukan partisipasi dan komunikasi, siswa perlu dibekali dengan kemampuan-kemampuan berkomunikasi. Misainya, cara menyatakan ketidaksetujuan atau cara menyanggah pendapat orang lain secara santun, tidak memojokkan cara menyampaikan gagasan dan ide-ide yang dianggapanya baik dan berguna.
Keterampilan berkomunikasi memang memerlukan waktu. Siswa tak mungkin dapat menguasainya dalam waktu sekejap. Oleh sebab itu, guru peru terus melatih dan melatih, sampai akhirnya setiap siswa memiliki kemampuan untuk menjadi komunikator yang baik.
Sedangkan menurut Nur (2000), prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota
3. kelompok mempunyai tujuan yang sama.
4. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
5. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
6. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Prosedur Pembelajaran Kooperatif
Prosedur pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu:
1. Penjelasan Materi
Tahap penjelasan diartikan sebagai proses penyampaian pokok-pokok matri pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama dalam tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran. Pada tahap ini guru memberikan gambaran umum tentang materi pelajaran yang harus dikuasai selanjutanya siswa akan memperdalam materi dalam pembelajaran kelompok (tim). Pada
tahap ini guru dapat menggunakan metode ceramah, curah pendapat, dan tanya jawab, bahkan kalau perlu guru dapat menggunakan demonstrasi. Disamping itu, guru juga dapat menggunakan berbagai media pembelajaran agar proses penyampaian dapat lebih menarik siswa.
2. Belajar Kelompok
Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok-pokok materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada kelompoknya masing-masing yang telah dibentuk sebelumnya. Pengelompokan dalam SPK bersifat heterogen. Selanjutanya, Anita Lie menjelaskan beberapa alasan lebih disukainya pengelompokan heterogen. Pertma, kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar (peer toturing) dan saling mendukung. Kedua, kelompok ini meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, agam, etnis, dan gender. Terakhir, kelompok heterogen memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi, guru mendapatkan satu asisten untuk setiap kelompok. Melalui pembelajaran tim siswa didorong untuk melakukan tukar-menukar (sharing) informasi dan pendapat, mendiskusikan permasalahan secara bersama, membadingkan jawaban mereka, dan mengoreksi hal-hal yang kurang tepat.
3. Penilaian
Penilian dalam SPK bisa dilakukan dengan tes atau kuis. Tes atau kuis dilakukan baik secara individual maupun secara kelompok. Tes individual nantinya akan memberikan informasi kemampuan setiap siswa dan tes kelompok akan memberikan informasi kemampuan setiap kelompok. Hasil akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai kelompok adalah niali bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama setiap anggota kelompok.
4. Pengakuan Tim
Pengakuan tim (team recognition) adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling berpertasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah. Pengakuan dan pemberian pengharagaan tersebut diharapkan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi dan juga membangkitkan motivasi tim lain untuk lebih mampu meningkatkan prestasi mereka.
Jenis-jenis Model Pembelajaran Kooperatif
1. TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction)
Tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini sebenarnya adalah penggabungan dari pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TAI, siswa mengikuti tingkatan yang bersifat individual berdasarkan tes penempatan, dan kemudian dapat maju ke tahapan selanjutnya berdasarkan tingkat kecepatannya belajar. Jadi, setiap anggota kelompok sebenarnya belajar unit-unit materi pelajaran yang berbeda. Rekan sekelompok akan memeriksa hasil pekerjaan rekan sekelompok lainnya dan memberikan bantuan jika diperlukan.
Tes kemudian diberikan diakhir unit tanpa bantuan teman sekelompoknya dan diberikan skor. Lalu setiap minggu guru akan menjumlahkan total unit materi yang diselesaikan suatu kelompok dan memberikan sertifikat atau penghargaan bila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan, dan beberapa poin tambahan untuk kelompok yang anggotanya mendapat nilai sempurna.
Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini adalah karena siswa bertanggungjawab untuk memeriksa pekerjaan rekannya yang lain, maka guru mempunyai waktu yang lebih banyak untuk membantu kelompok-kelompok kecil yang menemuai banyak hambatan dalam belajar yang merupakan kumpulan dari anggota-anggota kelompok yang berada pada tingkatan unit materi pelajaran yang sama. Banyak penelitian melaporkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini sangat efektif untuk digunakan dalam pembelajaran.
2. STAD (Student Teams Achievement Division)
Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kecil yang disebut tim. Kemudian seluruh kelas diberikan presentasi materi pelajaran. Siswa kemudian diberikan tes. Nilai-nilai individu digabungkan menjadi nilai tim. Pada model pembelajaran kooperatif tipe ini walaupun siswa dites secara individual, siswa tetap dipacu untuk bekerja sama untuk meningkatkan kinerja dan prestasi timnya. Bila pertama kali digunakan di kelas anda, maka ada baiknya guru terlebih dahulu memperkenalkan model pembelajaran kooperatif STAD ini kepada siswa.
3. Round Table atau Rally Table
Untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Round table atau Rally Table ini guru dapat memberikan sebuah kategori tertentu kepada siswa (misalnya kata-kata yang dimulai dengan huruf “s”). Selanjutnya mintalah siswa bergantian menuliskan satu kata secara bergiliran.
4. Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001). Tujuan diciptakannya tipe model pembelajaran kooperatif Jigsaw ini adalah untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap belajarnya sendiri dan juga belajar anggota kelompoknya yang lain. Mereka diminta mempelajari materi yang akan menjadi tanggungjawabnya, karena selain untuk dirinya, ia juga harus mengajarkan materi itu kepada anggota kelompoknya yang lain.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini ketergantungan antara siswa sangat tinggi. Setiap siswa dalam model pembelajaran kooperatif ini adalah anggota dari dua kelompok, yaitu (1) kelompok asal (home group) dan (2) kelompok ahli (expert group). Kelompok asal dibentuk dengan anggota yang heterogen. Di kelompok asal ini mereka akan membagi tugas untuk mempelajari suatu topik. Setelah semua anggota kelompok asal memperoleh tugas masing-masing, mereka akan meninggalkan kelompok asal untuk membentuk kelompok ahli.
Kelompok ahli adalah kelompok yang terbentuk dari anggota-anggota kelompok yang mempunyai tugas mempelajari sebuah topik yang sama (berdasarkan kesepakatan mereka di kelompok asal). Setelah mempelajari topik tersebut di kelompok ahli, mereka akan kembali ke kelompok asal mereka masing-masing dan saling mengajarkan topik yang menjadi tanggungjawab mereka ke anggota kelompok lainnya secara bergantian.
Guru perlu memahami bagaimana model pembelajaran Jigsaw ini dilaksanakan, begitu juga siswa
5. Tim Jigsaw
Untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, tugaskan setiap siswa pada setiap kelompok untuk mempelajari seperempat halaman dari bacaan atau teks pada mata pelajaran apa saja (misalnya IPS), atau seperempat bagian dari sebuah topik yang harus mereka pelajari atau ingat. Setelah setiap siswa tadi menyelesaikan pembelajarannya dan kemudian saling mengajarkan (menjelaskan) tentang materi yang menjadi tugasnya atau saling bekerjasama untuk membentuk sebuah kesatuan materi yang utuh saat mereka menyelesaikan sebuah tugas atau teka-teki.
6. Jigsaw II
Tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini adalah modifikasi dari tipe Jigsaw. Jigsaw II dikembangkan oleh Robert Slavin pada tahun 1980 di mana semua anggota kelompok asal mempelajari satu topik yang sama, hanya saja masing-masing anggota difokuskan untuk mendalami bagian-bagian tertentu dari topik itu. Setiap anggota kelompok asal harus menjadi ahli dalam bagian topik yang mereka dalami. Seperti Jigsaw, di tipe Jigsaw II ini mereka juga harus mengajarkan keahliannya pada anggota kelompok asalnya yang lain secara bergantian.
7. Reverse Jigsaw (Kebalikan Jigsaw)
Tipe model pembelajaran kooperatif ini dikembangkan oleh Timothy Hedeen (2003). Perbedaanya dengan tipe Jigsaw adalah, bila pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw anggota kelompok ahli hanya mengajarkan keahliannya kepada anggota kelompok asal, maka pada model pembelajaran kooperatif reverse jigsaw ini, siswa-siswa dari kelompok ahli mengajarkan keahlian mereka (materi yang mereka pelajari atau dalami) kepada seluruh kelas.
8. NHT (Numbered Heads Together) – Kepala Bernomor Bersama
Pada modelpembelajaran kooperatif tipe NHT, minta siswa untuk menomori diri mereka masing dalam kelompoknya mulai dari 1 hingga 4. Ajukan sebuah pertanyaan dan beri batasan waktu tertentu untuk menjawabnya. Siswa yang mengangkat tangan jika bisa menjawa pertanyaan guru tersebut. Guru menyebut suatu angka (antara 1 sampai 4) dan meminta seluruh siswa dari semua kelompok dengan nomor tersebut menjawab pertanyaan tadi. Guru menandai siswa-siswa yang menjawab benar dan memperkaya pemahaman siswa tentang jawaban pertanyaan itu melalui diskusi.
9. TGT (Team Game Tournament)
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT mirip dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, tetapi bedanya hanya pada kuis yang digantikan dengan turnamen mingguan (Slavin, 1994). Pada model pembelajaran kooperatif ini, siswa-siswa saling berkompetisi dengan siswa dari kelompok lain agar dapat memberikan kontribusi poin bagi kelompoknya. Suatu prosedur tertentu digunakan untuk membuat permainan atau turnamen berjalan secara adil. Penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT terbukti efektif meningkatkan hasil belajar siswa.
10. Three-Step Interview (Wawancara Tiga Langkah)
Pada model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview (disebut juga three problem-solving) dilakukan 3 langkah untuk memecahkan masalah. Pada langkah pertama guru menyampaikan isu yang dapat memunculkan beragam opini, kemudian mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan kepada seluruh siswa di kelas. Langkah kedua, siswa secara berpasangan bermain peran sebagai pewawancara dan orang yang diwawancarai. Kemudian, di langkah yang ketiga, setelah wawancara pertama dilakukan maka pasangan bertukar peran: pewawancara berperan sebagai orang yang diwawancarai dan sebaliknya orang yang tadi mewawancarai menjadi orang yang diwawancarai.
Setelah semua pasangan telah bertukar peran, selanjutnya setiap pasangan dapat membagikan atau mempresentasikan hasil wawancara mereka kepada seluruh kelas secara bergiliran. Tipe model pembelajaran kooperatif ini (three-step interview) ini efektif untuk mengajarkan siswaproblem solving (pemecahan masalah).
11. Three-Minute Review (Reviu Tiga Langkah)
Model pembelajaran kooperatif tipe three-step review efektif untuk digunakan saat guru berhenti pada saat-saat tertentu selama sebuah diskusi atau presentasi berlangsung, dan mengajak siswa mereviu apa yang telah mereka ungkapkan saat diskusi di dalam kelompok mereka. Siswa-siswa dalam kelompok-kelompok itu dapat bertanya untuk mengklarifikasi kepada anggota lainnya atau menjawab pertanyaan-pertanyaan dari anggota lain. Misalnya setelah diskusi tentang proses-proses kompleks yang terjadi di dalam tubuh manusia misalnya pencernaan makanan, siswa dapat membentuk kelompok-kelompok dan mereviu proses diskusi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mengklarifikasi.
12. GI (Group Investigasi)
Model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi dapat dipakai guru untuk mengembangkan kreativitas siswa, baik secara perorangan maupun kelompok. Model pembelajaran kooperatif dirancang untuk membantu terjadinya pembagian tanggung jawab ketika siswa mengikuti pembelajaran dan berorientasi menuju pembentukan manusia sosial (Mafune,2005:4).
Model pembelajaran kooperatif dipandang sebagai proses pembelajaran yang aktif, sebab siswa akan lebih banyak belajar melalui proses pembentukan (contructing) dan penciptaan, kerja dalam kelompok dan berbagi pengetahuan serta tanggung jawab individu tetap merupakan kunci keberhasilan pembelajaran.
Asumsi yang digunakan sebagai acuan dalam pengembangan Model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi, yaitu (1) untuk meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dapat ditempuh melalui pengembangan proses kreatif menuju suatu kesadaran dan pengembangan alat bantu yang secara eksplisit mendukung kreativitas, (2) komponen emosional lebihpenting daripada intelektual, yang tak rasional lebih penting daripada yang rasional dan (3) untuk meningkatkan peluang keberhasilan dalam memecahkan suatu masalah harus lebih dahulu memahami komponen emosioanl dan irrasional.
13. Go Around (Berputar)
Model pembelajaran kooperatif tipe go around sebenarnya adalah variasi dari model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi.
14. Reciprocal Teaching (Pengajaran Timbal Balik)
Model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching (pengajaran timbal balik) dikembangkan oleh Brown & Paliscar (1982). Pengajaran timbal balik atau reciprocal teaching ini juga merupakan sebuah model pembelajaran kooperatif yang meminta siswa untuk membentuk pasangan-pasangan saat berpartisipasi dalam sebuah dialog (percakapan atau diskusi) mengenai sebuah teks (bahan bacaan). Setiap anggota pasangan akanbergantian membaca teks dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, menerima dan memperoleh umpan balik (feedback). Model pembelajaran tipe reciprocal teaching ini memungkinkan siswa untuk melatih dan menggunakan teknik-teknik metakognitif seperti mengklarifikasi, bertanya, memprediksi, dan menyimpulkan. Model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching ini dikembangkan atas dasar bahwa siswa dapat belajar secara efektif dari siswa lainnya. Baca artikel yang lebih rinci tentang model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching (pengajaran timbal balik).
15. CIRC (Cooperative Integrated Reading Composition)
Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (cooperative integrated reading composition) adalah sebuah model pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mengembangkan kemampuan membaca, menulis, dan keterampilan-keterampilan berbahasa lainnya baik pada jenjang pendidikan tinggi maupun jenjang dasar. Pada tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini siswa tidak hanya mendapat kesempatan belajar melalui presentasi langsung oleh guru tentang keterampilan membaca dan menulis, tetapi juga teknik menulis sebuah komposisi (naskah). CIRC dikembangkan untuk menyokong pendekatan pembelajaran tradisional pada mata pelajaran bahasa yang disebut “kelompok membaca berbasis keterampilan”.
Pada model pembelajaran CIRC ini siswa berpasang-pasangan di dalam kelompoknya. Ketika guru sedang membantu sebuah kelompok-membaca (reading group), pasangan-pasangan saling mengajari satu sama lain bagaimana “membaca-bermakna” dan keterampilan menulis melalui teknik reciprocal (timbal balik). Mereka diminta untuk saling bantu untuk menunjukkan aktivitas pengembangan keterampilan dasar berbahasa (misalnya membaca bersuara (oral reading), menebak konteks bacaan, mengemukakan pertanyaan terkait bacaan, menyimpulkan, meringkas, menulis sebuah komposisi berdasarkan sebuah cerita, hingga merevisi sebuah komposisi). Setelah itu, buku kumpulan komposisi hasil kelompok dipublikasikan pada akhir proses pembelajaran. Semua kelompok (tim) kemudian diberikan penghargaan atas upaya mereka dalam belajar dan menyelesaikan tugas membaca dan menulis.
16. The Williams
Tipe model pembelajaran kooperatif The Williams mengajak siswa melakukan kolaborasi untuk menjawab sebuah pertanyaan besar yang merupakan sebuah tujuan pembelajaran. Pada model pembelajaran ini siswa dikelompok-kelompoknya secara heterogen seperti pada tipe STAD. Kemudian setiap kelompok diberikan pertanyaan yang berbeda-beda dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif yang memungkinkan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
17. TPS (Think Pairs Share)
Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (think pairs share) mulanya dikembangkan oleh Frank T. Lyman (1981). Tipe model pembelajaran kooperatif ini memungkinkan setiap anggota pasangan siswa untuk berkontemplasi terhadap sebuah pertanyaan yang diajukan. Setelah diberikan waktu yang cukup mereka selanjutnya diminta untuk mendiskusikan apa yang telah mereka pikirkan tadi (hasil kontemplasi) dengan pasangannya masing-masing. Setelah diskusi dengan pasangan selesai, guru kemudian mengumpulkan tanggapan atau jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan tersebut dari seluruh kelas.
18. TPC (Think Pairs Check)
Model pembelajaran kooperatif tipe think pairs-check adalah modifikasi dari tipe think pairs share, di mana penekanan pembelajaran ada pada saat mereka diminta untuk saling cek jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan guru saat berada dalam pasangan.
19. TPW (Think Pairs Write)
Tipe model pembelajaran kooperatif TPW (Think Pairs Write) juga merupakan variasi dari model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pairs Share). Penekanan model pembelajaran kooperatif tipe ini adalah setelah mereka berpasangan, mereka diminta untuk menuliskan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Model pembelajaran kooperatif tipe TPW ini sangat cocok untuk pelajaran menulis.
20. Tea Party (Pesta Minum Teh)
Pada model pembelajaran kooperatif tipe tea party, siswa membentuk dua lingkaran konsentris atau dua barisan di mana siswa saling berhadapan satu sama lain. Guru mengajukan sebuah pertanyaan (pada bidang mata pelajaran apa saja) dan kemudian siswa mendiskusikan jawabannya dengan siswa
yang berhadapanan dengannya. Setelah satu menit, baris terluar atau lingkaran terluar bergerak searah jarum jamsehingga akan berhadapan dengan pasangan yang baru. Guru kemudian mengajukan pertanyaan kedua untuk mereka diskusikan. Langkah-langkah seperti ini terus dilanjutkan hingga guru selesai mengajukan 5 atau lebih pertanyaan untuk didiskusikan. Untuk sedikit variasi dapat pula siswa diminta menuliskan pertanyaan-pertanyaan pada kartu-kartu untuk catatan nanti bila diadakan tes.
21. Write Around (Menulis Berputar)
Model pembelajaran kooperatif tipe write around ini cocok digunakan untuk menulis kreatif atau untuk menulis simpulan. Pertama-tama guru memberikan sebuah kalimat pembuka (contohnya: Bila kamu akan berulang tahun, maka kamu akan meminta hadiah berupa...). Mintalah semua siswa dalam setiap kelompok untuk menyelesaikan kalimat tersebut. Selanjutnya mereka ia menyerahkan kertas berisi tulisannya tersebut ke sebelah kanan, dan membaca kertas lain yang mereka terima setelah diserahkan oleh kelompok lain, kemudian menambahkan satu kalimat lagi.
Setelah beberapa kali putaran, maka akan diperoleh 4 buah cerita atau tulisan (bila di kelas dibentuk 4 kelompok). Selanjutnya beri waktu bagi mereka untuk membuat sebuah kesimpulan dan atau mengedit bagian-bagian tertentu, kemudian membagi cerita atau simpulan itu dengan seluruh kelas. Write around adalah modifikasi dari model pembelajaran kooperatif go around.
22. Round Robin Brainstorming atau Rally Robin
Contoh pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Round Robin Brainstorming misalnya : berikan sebuah kategori (misalnya “nama-nama sungai di Indonesia) untuk didiskusikan. Mintalah siswa bergantian untuk menyebutkan item-item yang termasuk ke dalam kategori tersebut.
23. LT (Learnig Together)
Orang yang pertama kali mengembangkan jenis model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together (Belajar Bersama) ini adalah David johnson dan Roger Johnson di Universitas Minnesota pada tahun 1999. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together, siswa dibentuk oleh 4 – 5 orang siswa yang heterogen untuk mengerjakan sebuah lembar tugas.
Setiap kelompok hanya diberikan satu lembar kerja. Mereka kemudian diberikan pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok. Pada model pembelajaran Kooperatif dengan variasi seperti Learning Together ini, setiap kelompok diarahkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan untuk membangun kekompakan kelompok terlebih dahulu dan diskusi tentang bagaimana sebaiknya mereka bekerjasama dalam kelompok.
24. Student Team Learning (STL - Kelompok Belajar Siswa)
Model pembelajaran kooperatif tipe student team learning ini dikembangkan di John Hopkins University – Amerika Serikat. Lebih dari separuh penelitian tentang pembelajaran kooperatif di sana menggunakan student team learning. Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif yang satu ini sama saja dengan model pembelajaran kooperatif yang lain yaitu adanya ide dasar bahwa siswa harus bekerjasama dan turut bertanggungjawab terhadap pembelajaran siswa lainnya yang merupakan anggota kelompoknya.
Pada tipe STL ini penekanannya adalah bahwa setiap kelompok harus belajar sebagai sebuah tim. Ada 3 konsep sentral pada model pembelajaran kooperatif tipe STL ini, yaitu: (1) penghargaan terhadap kelompok; (2) akuntabilitas individual; (3) kesempatan yang sama untuk memperoleh kesuksesan. Pada sebuah kelas yang menerapkan model pembelajaran ini, setiap kelompok dapat memperoleh penghargaan apabila mereka berhasil melampaui ktiteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Akuntabilitas individual bermakna bahwa kesuksesan sebuah kelompok bergantung pada pembelajaran yang dilakukan oleh setiap individu anggotanya. Pada model pembelajaran tipe STL, setiap siswa baik dari kelompok atas, menengah, atau bawah dapat memberikan kontribusi yang sama bagi kesuksesan kelompoknya, karena skor mereka dihitung berdasarkan skor peningkatan dari pembelajaran mereka sebelumnya.
25. Two Stay Two Stray
Model pembelajaran kooperatif two stay two stray ini sebenarnya dapat dibuat variasinya, yaitu berkaitan dengan jumlah siswa yang tinggal di kelompoknya dan yang berpencar ke kelompok lain. Misalnya: (1) one stay three stray (satu tinggal tiga berpencar); dan (2) three stay one stray (tiga tinggal satu berpencar). Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dikembangkan pertama kali oleh Spencer Kagan (1990). Dengan struktur kelompok kooperatif seperti tipe two stay two stray ini dapat memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk saling berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain.
Keunggulan dan Kelemahan SPK
1. Keunggulan SPK : Keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi pembelajaran di antaranya:
a.Melalui SPK siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa lain.
b.SPK dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
c.SPK dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
d.SPK dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
e.SPK merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.
f.Melalaui SPK dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berparktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.
g.SPK dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil).
h.Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang.
2. Kelemahan SPK , Disamping keunggulan, SPK juga memiliki kelemahan, diantaranya:
a. Untuk memahami dan mengerti filosofis SPK memang butuh waktu. Sangat tidak rasional kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami filsafat cooperative learning. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya, meraka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklm kerja sama dalam kelompok.
b. Ciri utama dari SPK adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa.
c. Penilaian yang diberikan dalam SPK didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.
d. Keberhasilan SPK dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, dan hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-kali penerapan strategi ini.
e. Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan individual. Oleh karena itu idealnya melalui SPK selain siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua hal itu dalam SPK memang bukan pekerjaan yang mudah.
http://sorayadwikartika.blogspot.com/2013/11/strategi-pembelajaran-kooperatif.html
VII. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Permasalah terbesar yang dihadapi para peserta didik sekarang (siswa) adalah mereka belum bisa menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dan bagaimana pengetahuan itu akan digunakan. Hal ini dikarenakan cara mereka memperolah informasi dan motivasi diri belum tersentuh oleh metode yang betul-betul bisa membantu mereka. Para siswa kesulitan untuk memahami konsep-konsep akademis
(seperti konsep-konsep matematika, fisika, atau biologi), karena metode mengajar yang selama ini digunakan oleh pendidik (guru) hanya terbatas pada metode ceramah. Di sini lain tentunya siswa tahu apa yang mereka pelajari saat ini akan sangat berguna bagi kehidupan mereka di masa datang, yaitu saat mereka bermasyarakat ataupun saat di tempat kerja kelak. Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang benar-benar bisa memberi jawaban dari masalah ini. Salah satu metode yang bisa lebih memberdayakan siswa dalah pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning / CTL)
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sistem pembelajaran yang cocok dengan kinerja otak, untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna, dengan cara menghubungkan muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik. Hal ini penting diterapkan agar informasi yang diterima tidak hanya disimpan dalam memori jangka pendek, yang mudah dilupakan, tetapi dapat disimpan dalam memori jangka panjang sehingga akan dihayati dan diterapkan dalam tugas pekerjaan.
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
Menurut teori pembelajran kontekstual, pembelajaran terjadi hanya ketika siswa (peserta didik) memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dapat terserap kedalam benak mereka dan mereka mampu menghubungannya dengan kehidupan nyata yang ada di sekitar mereka. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa pikiran secara alami akan mencari makna dari hubungan individu dengan linkungan sekitarnya.
Berdasarkan pemahaman di atas, menurut metode pembelajaran kontekstual kegiatan pembelajaran tidak harus dilakukan di dalam ruang kelas, tapi bisa di laboratorium, tempat kerja, sawah, atau tempat-tempat lainnya. Mengharuskan pendidik (guru) untuk pintar-pintar memilih serta mendesain linkungan belajar yang betul-betul berhubungan dengan kehidupan nyata, baik konteks pribadi, sosial, budaya, ekonomi, kesehatan, serta lainnya, sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
Dalam lingkungan seperti itu, para siswa dapat menemukan hubungan bermakna antara ide-ide abstrak dengan aplikasi praktis dalam konteks dunia nyata; konsep diinternalisasi melalui menemukan, memperkuat, serta menghubungkan. Sebagai contoh, kelas fisika yang mempelajari tentang konduktivitas termal dapat mengukur bagaimana kualitas dan jumlah bahan bangunan mempengaruhi jumlah energi yang dibutuhkan untuk menjaga gedung saat terkena panas atau terkena dingin. Atau kelas biologi atau kelas kimia bisa belajar konsep dasar ilmu alam dengan mempelajari penyebaran AIDS atau cara-cara petani bercocok tanam dan pengaruhnya terhadap lingkungan.
Dengan menerapkan CTL tanpa disadari pendidik telah mengikuti tiga prinsip ilmiah modern yang menunjang dan mengatur segala sesuatu di alam semesta, yaitu:
1) Prinsip Kesaling-bergantungan, 2) Prinsip Diferensiasi, dan 3) Prinsip Pengaturan Diri.
Prinsip kesaling-bergantungan mengajarkan bahwa segala sesuatu di alam semesta saling bergantung dan saling berhubungan. Dalam CTL prinsip kesaling-bergantungan mengajak para pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik lainnya, dengan siswa-siswa, dengan masyarakat dan dengan lingkungan. Prinsip kesaling-bergantungan mengajak siswa untuk saling bekerjasama, saling mengutarakan pendapat, saling mendengarkan untuk menemukan persoalan, merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah. Prinsipnya adalah menyatukan pengalaman-pengalaman dari masing-masing individu untuk mencapai standar akademik yang tinggi.
Prinsip diferensiasi merujuk pada dorongan terus menerus dari alam semesta untuk menghasilkan keragaman, perbedaan dan keunikan. Dalam CTL prinsip diferensiasi membebaskan para siswa untuk menjelajahi bakat pribadi, memunculkan cara belajar masing-masing individu, berkembang dengan langkah mereka sendiri. Disini para siswa diajak untuk selalu kreatif, berpikir kritis guna menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa segala sesuatu diatur, dipertahankan dan disadari oleh diri sendiri. Prinsip ini mengajak para siswa untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Mereka menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi dan dengan kritis menilai bukti. Selanjutnya dengan interaksi antar siswa akan diperoleh pengertian baru, pandangan baru sekaligus menemukan minat pribadi, kekuatan imajinasi, kemampuan mereka dalam bertahan dan keterbatasan kemampuan.
Kembali ke konsep tentang CTL. Dalam pembelajaran kontekstual guru dituntut membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya adalah guru lebih berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi. Di sini guru hanya mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa. Kegiatan belajar mengajar (KBM) lebih menekankan Student Centered daripada Teacher Centered.
Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut:
1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa.
2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama.
3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaiykan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual.
4) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka.
5) Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya.
Kurikulum dan pengajaran yang didasarkan pada strategi pembelajaran kontekstual harus disusun untuk mendorong lima bentuk pembelajaran penting: Mengaitkan, Mengalami, Menerapkan, Kerjasama, dan Mentransfer.
MENGAITKAN: Belajar dalam konteks pengalaman hidup, atau mengaitkan. Guru menggunakan strategi ini ketika ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru. Kurikulum yang berupaya untuk menempatkan pembelajaran dalam konteks pengalaman hidup harus bisa membuat siswa memperhatian kejadian sehari-hari yang mereka lihat, peristiwa yang terjadi di sekitar, atau kondisi-kondisi tertentu, lalu mengubungan informasi yang telah mereka peroleh dengan pelajaran kemudian berusaha untuk menemukan pemecahan masalah terhadap permasalahan tersebut.
MENGALAMI: Belajar dalam konteks eksplorasi, mengalami. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan-bahan dan untuk melakukan bentuk-bentuk penelitian aktif.
MENERAPKAN: Menerapkan konsep-konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat bagi diri siswa. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapat memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistik dan relevan.
KERJASAMA: Belajar dalam konteks berbagi, merespons, dan berkomunikasi dengan siswa lain adalah strategi pengajaran utama dalam pengajaran kontekstual. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu siswa mempelajari materi, juga konsisten dengan dunia nyata. Seorang karyawan yang dapat berkomunikasi secara efektif, yang dapat berbagi informasi dengan baik, dan yang dapat bekerja dengan nyaman dalam sebuah tim tentunya sangat dihargai di tempat kerja. Oleh karena itu, sanat penting untuk mendorong siswa mengembangkan keterampilan bekerja sama ini.
MENTRASFER: Belajar dalam konteks pengetahuan yang ada, atau mentransfer, menggunakan dan membangun atas apa yang telah dipelajari siswa. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan.
Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuah komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic).
Adapaun penjelasannya sebagai berikut:
1.Konstruktivisme (constructivism). Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya.
2. Menemukan (Inquiry). Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karen pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion).
3. Bertanya (Questioning). Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk : 1) menggali informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community). Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.
5. Pemodelan (Modeling). Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.
6. Refleksi (Reflection). Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
7. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment). Penialaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.
Kelebihan & Kekurangan Contextual Teaching and Learning
Kelebihan
1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
Kelemahan
1. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.
PENGAYAAN
Metode Pembelajaran Efektif (MPE )
Metode PembelajaranBelajar atau pembelajaran adalah merupakan sebuah kegiatan yang wajib kita lakukan dan kita berikan kepada anak-anak kita. Karena ia merupakan kunci sukses unutk menggapai masa depan yang cerah, mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan yang tinggi. Yang pada akhirnya akan berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Melihat peran yang begitu vital, maka menerapkan metode yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusan. Dengan harapan proses belajar mengajar akan berjalan menyenakngkan dan tidak membosankan. Di bawah ini adalah beberapa metode pembelajaran efektif, yang mungkin bisa kita persiapkan.
Metode Debat
Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru.
Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.
Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.
Metode Role Playing
Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Kelebihan metode Role Playing:
Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.
1. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
2. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.
3. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
4. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.
Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:
1. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
2. Berpikir dan bertindak kreatif.
3. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
4. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
5. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
6. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
7. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:
1. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
2. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.
Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
Langkah-langkah:
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
4. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Kelebihan:
1. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik.
2. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
3. Dapat memperoleh dari berbagai sumber.
Kekurangan:
1. Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
2. Membutuhkan banyak waktu dan dana.
3. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini
Cooperative Script
Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
Langkah-langkah:
1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.
2. Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.
6. Kesimpulan guru.
7. Penutup.
Kelebihan:
• Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.
• Setiap siswa mendapat peran.
• Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
Kekurangan:
• Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu
• Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas pada dua orang tersebut).
Picture and Picture
Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
4. Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang / mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
5. Guru menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6. Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan / rangkuman.
Kebaikan:
1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2. Melatih berpikir logis dan sistematis.
Kekurangan:Memakan banyak waktu. Banyak siswa yang pasif.
Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam
ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para guru yang menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah metode investigasi kelompok dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Seleksi topik
Parasiswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
b. Merencanakan kerjasama
Parasiswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) di atas.
c. Implementasi
Parasiswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
d. Analisis dan sintesis
Parasiswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
e. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
f. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.
Metode Team Games Tournament (TGT)
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Ada5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:
1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2. Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
4. Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
5. Team recognize (penghargaan kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40
Model Student Teams – Achievement Divisions (STAD)
Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti.
Langkah-langkah:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll.).
2. Guru menyajikan pelajaran.
3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4. Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
5. Memberi evaluasi.
6. Penutup.
Kelebihan:
1. Seluruh siswa menjadi lebih siap.
2. Melatih kerjasama dengan baik.
Kekurangan:
1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.
2. Membedakan siswa.
Model Examples Non Examples
Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah:
1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa gambar.
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas.
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6. Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan.
Kebaikan:
1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
Kekurangan:
1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2. Memakan waktu yang lama.
Model Lesson Study
Lesson Study adalah suatu metode yang dikembangkan di Jepang yang dalam bahasa Jepangnya disebut Jugyokenkyuu. Istilah lesson study sendiri diciptakan oleh Makoto Yoshida.
Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini meliputi:
a. Perencanaan.
b. Praktek mengajar.
c. Observasi.
d. Refleksi/ kritikan terhadap pembelajaran.
2. Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap perencanaan yaitu membuat rencana pembelajaran yang matang dilengkapi dengan dasar-dasar teori yang menunjang.
3. Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (2) kemudian mengajar di kelas sesungguhnya. Berarti tahap praktek mengajar terlaksana.
4. Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses pembelajaran sambil mencocokkan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti tahap observasi terlalui.
5. Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar kemudian bersama-sama mendiskusikan pengamatan mereka terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Tahap ini merupakan tahap refleksi. Dalam tahap ini juga didiskusikan langkah-langkah perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.
6. Hasil pada (5) selanjutnya diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran berikutnya dan seterusnya kembali ke (2).
Adapun kelebihan metode lesson study sebagai berikut:
- Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika dan olahraga dan pada setiap tingkatan kelas.
- Dapat dilaksanakan antar/ lintas sekolah.
http://nadhirin.blogspot.com/2008/08/metode-pembelajaran-efektif.html
Motivasi Dalam Belajar
Dalam dunia pendidikan, terutama dalam kegiatan belajar, seperti yang sudah saya bahas dalam tulisan terdahulu, bahwa kelangsungan dan keberhasilan proses belajar mengajar bukan hanya dipengaruhi oleh faktor intelektual saja, melainkan juga oleh faktor-faktor nonintelektual lain yang tidak kalah penting dalam menentukan hasil belajar seseorang, salah satunya adalah kemampuan seseorang siswa untuk memotivasi dirinya. Mengutip pendapat Daniel Goleman (2004: 44), kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama.
Motivasi sangat penting artinya dalam kegiatan belajar, sebab adanya motivasi mendorong semangat belajar dan sebaliknya kurang adanya motivasi akan melemahkan semangat belajar. Motivasi merupakan syarat mutlak dalam belajar; seorang siswa yang belajar tanpa motivasi (atau kurang motivasi) tidak akan berhasil dengan maksimal.
Motivasi memegang peranan yang amat penting dalam belajar, Maslow (1945) dengan teori kebutuhannya, menggambarkan hubungan hirarkhis dan berbagai kebutuhan, di ranah kebutuhan pertama merupakan dasar untuk timbul kebutuhan berikutnya. Jika kebutuhan pertama telah terpuaskan, barulah manusia mulai ada keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang selanjutnya. Pada kondisi tertentu akan timbul kebutuhan yang tumpang tindih, contohnya adalah orang ingin makan bukan karena lapar tetapi karena ada kebutuhan lain yang mendorongnya. Jika suatu kebutuhan telah terpenuhi atau perpuaskan, itu tidak berarti bahwa kebutuhan tesebut tidak akan muncul lagi untuk selamanya, tetapi kepuasan itu hanya untuk sementara waktu saja. Manusia yang dikuasai oleh kebutuhan yang tidak terpuaskan akan termotivasi untuk melakukan kegiatan guna memuaskan kebutuhan tersebut (Maslow, 1954).
Dalam implikasinya pada dunia belajar, siswa atau pelajar yang lapar tidak akan termotivasi secara penuh dalam belajar. Setelah kebutuhan yang bersifat fisik terpenuhi, maka meningkat pada kebutuhan tingkat berikutnya adalah rasa aman. Sebagai contoh adalah seorang siswa yang merasa terancam atau dikucilkan baik oleh siswa lain mapun gurunya, maka ia tidak akan termotivasi dengan baik dalam belajar. Ada kebutuhan yang disebut harga diri, yaitu kebutuhan untuk merasa dipentingkan dan dihargai. Seseorang siswa yang telah terpenuhi kebutuhan harga dirinya, maka dia akan percaya diri, merasa berharga, marasa kuat, merasa mampu/bisa, merasa berguna dalam didupnya. Kebutuhan yang paling utama atau tertinggi yaitu jika seluruh kebutuhan secara individu terpenuhi maka akan merasa bebas untuk menampilkan seluruh potensinya secara penuh. Dasarnya untuk mengaktualisasikan sendiri meliputi kebutuhan menjadi tahu, mengerti untuk memuaskan aspek-aspek kognitif yang paling mendasar.
Guru sebagai seorang pendidik harus tahu apa yang diinginkan oleh para sisiwanya. Seperti kebutuhan untuk berprestasi, karena setiap siswa memiliki kebutuhan untuk berprestasi yang berbeda satu sama lainnya. Tidak sedikit siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah, mereka cenderung takut gagal dan tidak mau menanggung resiko dalam mencapai prestasi belajar yang tinggi. Meskipun banyak juga siswa yang memiliki motivasi untuk berprestasi yang tinggi. Siswa memiliki motivasi berprestasi tinggi kalau keinginan untuk sukses benar-benar berasal dari dalam diri sendiri. Siswa akan bekerja keras baik dalam diri sendiri maupun dalam bersaing dengan siswa lain.
Siswa yang datang ke sekolah memiliki berbagai pemahaman tentang dirinya sendiri secara keseluruhan dan pemahaman tentang kemampuan mereka sendiri khususnya. Mereka mempunyai gambaran tertentu tentang dirinya sebagai manusia dan tentang kemampuan dalam menghadapi lingkungan. Ini merupakan cap atau label yang dimiliki siswa tentang dirinya dan kemungkinannya tidak dapat dilihat oleh guru namun sangat mempengaruhi kegiatan belajar siswa. Gambaran itu mulai terbentuk melalui interaksi dengan orang lain, yaitu keluarga dan teman sebaya maupun orang dewasa lainnya, dan hal ini mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah.
Berdasarkan pandangan di atas dapat diambil pengertian bahwa siswa datang ke sekolah dengan gambaran tentang dirinya yang sudah terbentuk. Meskipun demikian adanya, guru tetap dapat mempengaruhi mapun membentuk gambarang siswa tentang dirinya itu, dengan tujuan agar tercapai gambarang tentang masing-masing siswa yang lebih positif. Apabila seorang guru suka mengkritik, mencela, atau bahkan merendahkan kemampuan siswa, maka siswa akn cenderung menilai diri mereka sebagai seorang yang tidak mampu berprestasi dalam belajar. Hal ini berlaku terutama bagi anak-anak TK atau SD yang masih sangat muda. Akibatnya minat belajar menjadi turun. Sebaliknya jika guru memberikan penhargaan, bersikap mendukung dalam menilai prestasi siswa, maka lebih besar kemungkinan siswa-siswa akan menilai dirinya sebagai orang yang mampu berprestasi. Penghargaan untuk berprestasi merupakan dorongan untuk memotivasi siswa untuk belajar. Dorongan intelektual adalah keinginan untuk mencapai suatu prestasi yang hebat, sedangkan dorongan untuk mencapai kesuksesan termasuk kebutuhan emosional, yaitu
kebutuhan untuk berprestasi.
Mengutip pendapat Mc. Donald (Tabrani, 1992: 100), “motivation is energy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reaction.” Motivasi adalah sesuatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan.
Dari perumusan yang dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu:
1) motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi,
2) motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan (affective arousal),
3) motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan.
Dari uraian di atas jelas kiranya bahwa motivasi bertalian erat dengan suatu tujuan. Makin berharga tujuan itu bagi yang bersangkutan, makin kuat pula motivasinya. Jadi motivasi itu sangat berguna bagi tindakan atau perbuatan seseorang. Penjelasan mengenai fungsi-fungsi motivasi adalah:
1. Mendorong manusia untuk bertindak/berbuat. Motivasi berfungsi sebagai pengerak atau motor yang memberikan energi/kekuatan kepada seseorang untuk melakukan sesuatu.
2. Menentukan arah perbuatan. Yakni ke arah perwujudan tujuan atau cita-cita. Motivasi mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan itu, makin jelas pula jalan yang harus ditempuh.
3. Menyeleksi perbuatan. Artinya menentukan perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan, yang serasi, guna mencapai tujuan itu dengan menyampingkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan. (Ngalim Purwanto, 2002: 71)
Jenis-jenis motivasi
1. Motivasi intrinsik, yang timbul dari dalam diri individu, misalnya keinginan untuk mendapat keterampilan tertentu, memperolah informasi dan pengertian, mengembangkan sikap untuk berhasil, menyenangi kehidupan, keinginan diterima oleh orang lain.
2. Motivasi ekstrinsik, yang timbul akibat adanya pengaruh dari luar individu. Sperti hadiah, pujian, ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian orang mau melakukan sesuatu. (Tabrani, 1992: 120)
Lalu bagaimanakan cara untuk meningkatkan motivasi siswa agar mereka memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, khususnya bagi mereka yang memiliki motivasi rendah dalam berprestasi. Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:
1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. Pada permulaan belajar mengajar hendaknya seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus (TIK) yang akan dicapai siswa. Tidak cukup sampai di situ saja, tapi guru juga bisa memberikan penjelasan tentang pentingnya ilmu yang akan sangat berguna bagi masa depan seseorang, baik dengan norma agama maupun sosial. Makin jelas tujuan, maka makin besar pula motivasi dalam belajar.
2. Hadiah. Berikan hadian untuk siswa-siwa yang berprestasi. Hal ini akan sangat memacu siswa untuk lebih giat dalam berprestasi, dan bagi siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk mengejar atau bahkan mengungguli siswa yang telah berprestasi. Hadiah di sini tidak perlu harus yang besar dan mahal, tapi bisa menimbulkan rasa senag pada murid, sebab merasa dihargai karena prestasinya. Kecuali pada setiap akhir semester, guru bisa memberikan hadiah yang lebih istimewa (seperti buku bacaan) bagi siswa ranking 1-3.
3. Saingan/kompetisi. Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
4. Pujian. Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun. Bisa dimulai dari hal yang paling kecil seperti, “beri tepuk tangan bagi si Budi…”, “kerja yang bagus…”, “wah itu kamu bisa…”.
5. Hukuman. Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya. Hukuman di sini hendaknya yang mendidik, seperti menghafal, mengerjakan soal, ataupun membuat rangkuaman. Hendaknya jangan yang bersifat fisik, seperti menyapu kelas, berdiri di depan kelas, atau lari memutari halaman sekolah. Karena ini jelas akan menganggu psikis siswa.
6. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar. Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik, khususnya bagi mereka yang secara prestasi tertinggal oleh siswa lainnya. Di sini guru dituntut untuk bisa lebih jeli terhadap kondisi anak didiknya. Ingat ini bukan hanya tugas guru bimbingan konseling (BK) saja, tapi merupakan kewajiban setiap guru, sebagai orang yang telah dipercaya orang tua siswa untuk mendidik anak mereka.
7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik. Ajarkan kepada siswa cara belajar yang baik, entah itu ketika siswa belajar sendiri maupun secara kelompok. Dengan cara ini siswa diharapkan untuk lebih termotivasi dalam mengulan-ulang pelajaran ataupun menambah pemahaman dengan buku-buku yang mendukung.
8. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok. Ini bisa dilakukan seperti pada nomor 6.
9. Menggunakan metode yang bervariasi. Guru hendaknya memilih metode belajar yang tepat dan berfariasi, yang bisa membangkitkan semangat siswa, yang tidak membuat siswa merasa jenuh, dan yang tak kalah penting adalah bisa menampung semua kepentingan siswa. Sperti Cooperative Learning,
Contectual Teaching & Learning (CTL), Quantum Teaching, PAKEM, mapun yang lainnya. Karena siswa memiliki tingkat intelegensi yang berbeda-beda satu sama lainnya. Ada siswa yang hanya butuh 5 menit untuk memahami suatu materi, tapi ada siswa yang membutuhkan 25 menit baru ia bisa mencerna materi. Itu contoh mudahnya. Semakin banyak metode mengajar yang dikuasai oleh seorang guru, maka ia akan semakin berhasil meningkatkan motivasi belajar siswa.
10. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Baik itu media visual maupun audio visual.
Sumber Bacaan:
Goleman, Daniel, Emitional Intelligence Kecerdasan Emosional Mengapa EQ Lebih Penting Daripada IQ, Jakata: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004.
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002.
Tabrani Rusyan, Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001.
Jogjakarta, Sabtu 15 Januari 2010
http://nadhirin.blogspot.com/2010/01/dalam-dunia-pendidikan-terutama-dalam_17.html
Klasifikasi model Pembelajaran
Reigeluth 1983 :
Ø Model pembelajaran bersifat fix ( pasti ) , model ini mempreskripsikan variable variable metode yang sama yang akan dilakukan/terjadi pada siswa saat pembelajaran
Ø Adaptif ( menyesuaikan ) artinya model ini mempreskripsikan variable variable metode yang berbeda bergantung pada respon tindakan siswa
Joice and Weil 1928
Ø Model Interaksi social atau social family
Ø Model pemprosesan informasi / atau information processing family
Ø Model pribadi / personal family
Ø Model prilaku / habit system family
CONTOH MODEL PEMBELAJARAN
1. Model Ceramah / yang paling kuno paling pertama , secara lisan
2. Metode Demonstrasi , untuk materi yang memerlukan pembelajaran dengan media / alat dengan sintax ( langkah langkah operasional pembelajaran )
3. Metode Debat , syntax membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang saling berhadapan
4. STAD ( Student Teams Achievment Division ) :
Contoh Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning)
Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, peserta didik terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian peserta didik diminta mencatat masalah-masalah yang muncul.
Setelah itu tugas guru adalah meransang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan peserta didik untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda dari mereka.
Contoh Penerapan
Memanfaatkan lingkungan peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan peserta didik, antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat.
Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar diluar kelas. Peserta didik diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.
SISTEM PENILAIAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan.
Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
SISTEM PENILAIAN
Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian dapat dilakukan dengan portfolio yang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan peserta didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan cara evaluasi diri (self-assessment) dan peer-assessment.
Self-assessment. Penilaian yang dilakukan oleh pebelajar itu sendiri terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai (standard) oleh pebelajar itu sendiri dalam belajar.
Peer-assessment. Penilaian di mana pebelajar berdiskusi untuk memberikan penilaian terhadap upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun oleh teman dalam kelompoknya.
beberapa strategi untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif antara lain: siswa diperlukan dengan membangkitkan ide-ide baru, mendefinisikan kembali masalah, mengidentifikasi dan mengatasi masalah, membangun kecakapan diri, minat belajar matematika dan membuat model kreativitas.
berpikir kreatif matematik sebagai kemampuan menemukan dan menyelesaikan masalah matematika yang meliputi komponen-komponen: kelancaran, fleksibilitas, elaborasi dan keaslian. Penilaian terhadap kemampuan kreatif siswa dalam matematika penting untuk dilakukan. Pengajuan masalah yang menuntut siswa dalam pemecahan masalah sering digunakan dalam penilaian kreativitas matematik. Tugas-tugas yang diberikan pada siswa yang bersifat penghadapan siswa dalam masalah dan pemecahannya digunakan peneliti untuk mengidentifikasi individu-individu yang kreatif.
Pada bagian berikut diberikan sebuah contoh soal matematika yang terkait dengan kemampuan berpikir kreatif siswa yang diadaptasi dari Krulik dan Rudnick (Sabandar, 2008) sebagai berikut:
Andi dan Lian diberikan tugas dari guru untuk membaca buku Andi membaca 10 halaman dalam satu jam, dan Lian dapat membaca 12 halaman dalam satu jam. Jika mereka membaca berhenti, dan Andi mulai membaca pada jam 13.00, sedangkan Lian mulai jam 12.00. Pada jam berapa mereka sama-sama menghabiskan halaman bacaan yang sama banyak?
Dari soal di atas dapat dikembangkan beberapa hal yang terkait berpikir kreatif siswa seperti: Apa yang kamu lakukan? Termasuk suatu pertanyaan yang menstimulasi berpikir kreatif. Karena disini aspek tantangannya kuat sekali. Siswa diminta untuk membuat suatu keputusan yang didasarkan padaide individu ataupun pada pengalaman individu. Siswa harus menganalisa situasi kemudian membuat keputusan. Siswa diminta untuk, dalam satu alinea mengungkapkan secara tertulis apa yang dipikirkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar